Jumat, 16 Oktober 2015

Mungkin Aku yang Terlalu Baik

aku tak sanggup melihatmu
terkulai lemas di atas dipan
tak mampu ke mana-mana
mencari makan pun tak bisa

satu hal kecil yang kulakukan
hanyalah membelikan makanan
dan sebotol minuman
berharap kamu baikan

mungkin aku yang terlalu baik

sekarang dirimu telah pulih
badan sehat juga terisi
aku bersyukur dalam hati
berdoa kamu tidak sakit kembali

tapi sekarang keadaan berbalik
berharap kamu berbaik hati
tapi hal itu hanya mimpi
mana pernah kamu peduli

mungkin aku yang terlalu baik

sering kali ini terjadi
aku selalu lupa diri
kalau kamu tak kan balas budi
apa daya aku begini

apa yang ku lakukan
bagai angin lalu
yang tidak pernah dianggap
namun hanya dirasakan

mungkin aku yang terlalu baik

Jumat, 02 Oktober 2015

Pilihan

"Bad boy itu cuma cocok dijadikan pacar. Ga cocok kalau jadi calon suami."

Kalimat itu terus berulang di dalam kepalaku setiap kali aku memikirkanmu. Kalimat yang sering diucapkan teman-temanku untuk menyadarkanku kalau kamu bukan orang yang tepat untukku. Tapi aku tidak bisa menampikmu begitu saja. Apa lagi setelah melihat senyummu hari ini. Tidak, tidak hanya hari ini. Ketika kamu mengirimkan emoticon senyum via pesan singkat pun aku langsung dapat membayangkan seperti kamu ada di depan mataku.

Hari ini aku bertemu denganmu. Ya, memang aku yang minta. Aku rindu. Rindu sekali padamu. Hubungan jarak jauh ini membuat kita sulit sekali berjumpa. Sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya antara Jakarta-Depok. Tapi kegiatan kita yang berbeda, aku masih kuliah dan kamu sudah kerja, membuat waktu kosong yang kita miliki tidak saling bertemu. Dan terkadang jika ada waktu kosong untuk bersama, pasti ada saja hal lain yang menginterupsi kebahagiaan kita yang tidak dapat kita hindari. Salah satunya orang tua.

Memiliki orang tua yang sangat disiplin terkadang membuat ruang gerak menjadi sempit. Itulah hidupku. Kamu pun telah memakluminya. Dan aku bersyukur kamu tidak mempermasalahkan hal ini. Walau kadang kamu sering menjadikan ini sebagai bahan bercandamu dengan mengatakan, "Aku maklum kok kalau orang tua kamu strict. Biar hubungan kita ada halangannya. Kan ga seru kalau hubungan kita mulus-mulus saja," kemudian kamu akan tertawa lalu mengusap kepalaku memastikan bahwa kamu baik-baik saja.

Ya, aku selalu cemas. Cemas dengan hubungan kita. Kamu tahu itu. Dan karena itu pula kamu selalu mencari cara untuk menenangkanku. Itu salah satu hal yang membuatku tertarik padamu. Kamu selalu bisa membuat situasi yang menurutku runyam seperti benang kusut menjadi lurus kembali, walaupun tidak terlalu lurus seperti sedia kala. Setidaknya aku menjadi lebih tenang jika kamu ada di sampingku.

Tapi sekarang aku mulai cemas lagi. Teringat kembali omongan teman-temanku itu. Mengapa? Akibat dari kejadian barusan.

"Mas, sudah mau azan asar. Sudah dulu yuk main basketnya. Biar kamu bisa mandi di rumah lalu nanti kita salat berjamaah di masjid," kataku sembari menghampirimu yang sedang berdiri di dekat ring basket setelah melakukan lay up.

Kamu menatapku dan memberi senyuman khasmu itu. Aku berharap ada perubahan dalam jawabanmu. Tapi rasanya harapanku tidak terpenuhi sekarang.

"Aku antar kamu pulang saja ya, Rin," jawaban yang sudah aku prediksi. Jawaban yang selalu kamu berikan di saat kita sedang bersama setiap kali aku mengajakmu untuk melakukan salah satu kewajiban dalam agama kita. 

"Tapi aku maunya bareng kamu Mas salatnya. Kamu ga perlu jadi imam aku juga gapapa. Kita jamaah bareng-bareng di masjid saja."

"Arina, kalau kamu mau nungguin aku mandi dulu dan lain-lain yang bakal aku lakukan, nanti kamu bakal telat salat di masjidnya. Aku ga mau jadi penghalang kamu untuk mengundur waktu salat."

"Tapi Mas..."

"Habis magrib kan aku jemput kamu. Kita makan malam bareng. Yuk Rin."

Akhirnya, seperti biasa, kamu mengantarkan aku pulang. Aku siap-siap ke masjid bersama Ardi dan Ardo, adik kembarku. Selepas salat di masjid, aku menunggu adik-adikku tepat di bawah pohon yang terletak di halaman masjid.

"Arina!"

Aku menengok ke belakang, mencari orang yang memanggilku. Ternyata ada Mas Arif, teman main aku dan kamu sedari kecil. Dia melambaikan tangannya untuk memberikan tanda bahwa dia yang memanggilku. Dia merangkul kedua adik kembarku.

"Arina, sudah pintar-pintar nih adik-adik kamu. Sekarang kalau salat di masjid ga main perang sarung lagi," canda Mas Arif sambil menepuk pundak adik-adikku.

"Iya dong Mas, masa badan sudah segede ini masih perang sarung juga. Cuma berdua lagi, kan ga seru," tanggap Ardo.

"Jadi kalau ada teman-teman yang lain bakal tetap perang sarung nih?" tanya Mas Arif kepada mereka.

"Iya dong!" si kembar kompak menjawab.

Kami berempat tertawa. Tidak terasa adikku sudah besar-besar. Dulu setiap tarawih selama bulan Ramadhan pasti selalu saja kamu dan Mas Arif digoda kedua adikku ini ketika salat. Tadinya berencana menjadi abang yang baik buat mereka berdua selama di masjid, malah jadi sasaran empuk perang sarung si kembar dan teman-teman. Setelah salat kalian berdua pasti mengadukan si kembar kepadaku sembari memukul pelan kepala mereka sambil bercanda. Ah, aku jadi kangen masa-masa itu. Pergi pulang dari masjid bersama kamu, Mas.

Kami berempat pun beranjak dari masjid untuk pulang ke rumah. Ardi dan Ardo jalan terlebih dahulu, meninggalkan aku dan Mas Arif beberapa langkah di belakang mereka.

"Alex mana Rin?" tanya Mas Arif menanyakan kamu untuk membuka obrolan.

"Ada di rumah kok, Mas."

"Oh.." hanya itu yang keluar dari mulut Mas Arif. Mungkin karena ia juga telah tahu akan jawaban pertanyaannya. Mungkin saja tadi kalian berpapasan di jalan saat kamu menuju rumah dan Mas Arif menuju masjid.

"Nanti malam katanya ada festival di sekitar jogging track Rin. Kayanya seru tuh. Kamu mau ke sana ga? Tadi aku sudah ajak si kembar juga katanya mereka mau ke sana,"

"Aku ga bisa Mas nanti malam."

"Kenapa? Oh sulit izin sama abi umi ya?"

"Bukan. Aku sudah ada janji mau makan malam sama Alex."

"Oh.." Oh kedua dari Mas Arif. "Kamu masih sama Alex?"

"Masih, Mas."

"Ya sudah, salam saja buat Alex. Bilang ke dia aku kangen hahaha. Aku pulang ya Rin," kalimat penutup dari Mas Arif karena sudah sampai di depan rumahku. Aku mengangguk kemudian masuk ke dalam rumah.

Selepas magrib, aku bersiap-siap sambil menunggu kedatanganmu. Setelah memastikan kerudungku rapi, aku menuju ruang tengah. Dan kamu sudah berada di sana sedang berbincang bersama abi. Asal kamu tahu, aku selalu senang melihat kamu akrab dengan abi. Kalau ditanya mengapa, aku juga tidak tahu jawabannya. Rasanya senang saja.

Kamu menyadari kehadiranku. Dan senyum favoritku pun mulai mengembang di wajahmu. Lalu kamu berdiri kemudian meminta izin abi dan umi untuk mengajakku pergi.

"Jangan malam-malam ya Lex pulangnya," pesan abi.

"Siap Om!" Lalu kita berdua pun pamit.

Sesampainya di restoran pilihan kamu, kita pun memesan makanan. Kamu memesan hamburger steak favoritmu sedangkan aku memilih fish and chips. Tidak lupa kita memesan es teh manis. Apa pun makanannya, minumnya es teh manis. Itu jargon favorit kamu yang tidak akan aku lupa. Tidak lama kemudian makanan pesanan kita pun datang. Kita pun makan dalam diam, seperti yang diajarkan umi kalau makan tidak boleh sambil berbicara. Setelah selesai makan, kamu memanggil pramusaji untuk mengangkat piring-piring kotor dan memesan ice americano untukmu serta air mineral untukku sebagai teman mengobrol kita sembari santai sejenak setelah makan.

"Mas, kamu dapat salam dari Mas Arif. Katanya dia kangen sama kamu."

"Hahaha apa sih Arif. Padahal tadi ketemu setelah aku antar kamu ke rumah. Kamu ketemu di mana sama dia?" 

"Tadi pulang dari masjid bareng. Kamu ga pernah main sama Mas Arif lagi? Rumah kalian kan deketan."

"Kan sama-sama kerja. Susah ketemunya Rin. Kalau ada waktu kosong kan mending aku ketemu sama kamu," kamu pun mengusap kepalaku.

"Kenapa kita ga ketemu bertiga saja? Dulu juga kita sering pergi bertiga."

"Memangnya kamu mau pergi bertiga sama Arif juga?" aku merasa kamu bertanya penuh selidik.

"Kenapa engga mau? Mas Arif kan temen kita berdua."

"Aku kan maunya ketemu sama kamu tanpa diganggu yang lain." Aku tersipu.

"Sepulang dari masjid tadi aku jadi ingat dulu deh, Mas. Tiap Ramadhan kita selalu bertiga, dan kadang berlima sama si kembar, pergi pulang dari masjid. Aku jadi kangen. Ramadhan tahun ini mungkin ga ya bakal bisa kaya dulu lagi?" aku mulai berangan-angan, ditambah bulan Ramadhan akan datang sebentar lagi.

"Susah dong sayang. Kan aku pulang kerjanya sore. Ditambah macet. Sampai di rumah pas azan magrib saja sudah syukur banget."

Aku cukup kecewa mendengar jawaban kamu, Mas. Karena tahun lalu saja aku masih cukup sering berjumpa dengan Mas Arif di masjid. Padahal kalian sama-sama kerja di kawasan yang sama. Terkadang aku sedih kamu tidak menunjukkan upaya lebih untuk beribadah. Dan saat ini sepertinya kesedihanku sudah mencapai puncak. Tiba-tiba saja air mataku menetes di pipi.

"Loh Arina kamu kenapa?" kamu terlihat panik ketika aku mulai menangis.

"Maaf Mas, tapi aku sepertinya mulai tidak bisa mengerti kenapa kamu selalu menolak kalau aku ajak ke masjid. Jangankan ke masjid, setiap aku ingatkan kamu untuk salat kamu selalu mengubah topik pembicaraan. Kapan kamu mau berubah Mas?"

"Jadi ini yang bikin kamu sampai menangis? Arina kamu tahu aku kan? Dengan keadaan aku yang begini saja hidupku masih bisa aku kendalikan. Aku tidak merasakan adanya urgensi untuk melakukan itu. Santai sajalah," kamu menjelaskan alasanmu dengan gayamu yang begitu santai.

"Kamu keterlaluan Mas! Sampai kapan aku harus menunggu kamu berubah? Kamu kira aku cuma main-main berhubungan sama kamu?!" kesabaranku habis. Aku lontarkan semua yang ingin aku katakan sama kamu. Aku pergi meninggalkan meja menuju luar restoran. Kamu menyusulku dan menarik tanganku.

"Kamu boleh marah sama aku sekarang. Tapi aku yang akan tetap mengantar kamu ke rumah. Aku masih punya tanggung jawab untuk mengantarmu pulang," kamu melepas tanganku, menyerahkan helm dan kembali ke dalam restoran untuk membayar makanan dan minuman kita.

Tidak lama kamu keluar lagi. Aku tidak menatap wajahmu. Aku tidak tahu apakah kamu marah juga padaku atau menganggap santai apa yang telah aku katakan tadi. Kamu menghidupkan motor, menyuruhku naik, dan mulai berkendara menuju rumahku. Sampai di rumah, aku pun tak mengatakan apa-apa padamu, langsung masuk ke dalam rumah. Umi yang membukakan pintu menghampirimu dan mengucapkan terima kasih karena sudah mengantarku. Tapi aku tetap tidak menengokmu sedikit pun hingga kamu pergi.

Esok harinya aku mengetahui kamu kesal tadi malam. Aku tahu setelah kamu mengantarku, kamu pergi ke bar untuk melampiaskan kekesalanmu dengan minum hingga mabuk seperti biasa yang kamu lakukan jika sedang kesal dengan seseorang. Kamu memang tidak pernah menunjukkan kekesalanmu dengan orang lain. Tapi kamu melampiaskannya dengan minuman keras, hal lain yang tidak aku suka dari diri kamu. Kamu tidak bisa meninggalkan alkohol, karena katamu hanya alkohol yang bisa menenangkan perasaan kamu. Tindakanmu hanya menambah kekecewaanku terhadapmu Mas.

Lagi-lagi aku mulai cemas dengan hubungan kita. Akan berakhir seperti apa hubungan kita kalau kamu tidak kunjung meninggalkan kebiasaan burukmu itu. Akankah kamu berubah menjadi lebih baik Mas? Kapan? Bisakah kamu meyakinkan aku?

Mungkin hanya aku yang mencemaskan hubungan kita ini. Karena setelah hari itu kamu tetap menghubungiku seperti biasa, memastikan aku baik-baik saja. Aku selalu menjawabmu seadanya, tapi kamu tidak merasa janggal, apa lagi berusaha untuk minta maaf. Aku pun bukan orang yang tegas pada diri sendiri. Aku belum yakin untuk meninggalkan kamu selamanya. Aku masih optimis kamu akan berubah di kemudian hari hingga mampu menjadi imamku kelak.

Waktu terus bergulir. Ramadhan datang. Kamu tetap tak kunjung terlihat di masjid. Yang ku temui selalu Mas Arif. Aku mulai gusar. Apa yang harus aku perbuat. Kamu masih berlaku baik untukku. Selalu menjadi orang pertama yang menawarkan diri untuk menolongku. Orang yang selalu menyemangati di saat terpurukku.

Lebaran hingga tahun berganti sudah terlewati. Aku pun telah wisuda. Sudah memasuki kehidupan prakerja. Aku menghadapi dilema saat ini. Abi mengatakan hal yang cukup serius kepadaku. Intinya adalah beliau tidak memaksaku untuk bekerja apa bila ada laki-laki yang telah sanggup untuk menyuntingku. Namun setelahnya abi menanyakan hal yang membuat hatiku tambah gusar. Abi menanyakan bagaimana hubunganku dengan Mas Arif. Setelahnya abi tidak menanyakanmu sama sekali. Abi hanya berkata beliau menginginkan aku mendapatkan lelaki terbaik agar beliau tidak berat hati untuk melepaskanku.

Lalu sekarang aku harus bagaimana, Mas?

Aku telah menceritakan hal ini padamu. Tapi kamu hanya menjawab dengan tunggu, tunggu, dan tunggu. Sampai kapan aku harus menunggu?

Entah apa yang abi rencanakan, Mas Arif sekarang menjadi sering ke rumah. Tidak hanya untuk bertemu denganku, tapi terkadang hanya untuk menemani abi main catur, atau membantu berkebun di halaman. Aku menceritakan semua ini padamu. Entah mengapa kamu bereaksi dengan menyerahkan semua keputusan kepadaku. Dengan percaya diri kamu mengatakan bahwa aku harus melihat perjuangan orang yang ingin meminangku. Dan aku harapkan kamu berjuang seperti yang aku harapkan.

Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Bulan berganti bulan. Akhirnya sampai juga hari di mana pertama kalinya aku harus bersikap tegas dengan perasaanku. Aku harus memutuskan keputusan yang penting dalam hidupku untuk memilih pendamping yang akan menemani di sisa hidupku. Semoga ini keputusan terbaik yang ditunjukkan Allah untukku.

Tanpa waktu lama, bertemulah kedua belah pihak keluarga untuk membicarakan hal yang sakral ini. Hingga sampai pada hari di mana penyebaran undangan dengan inisial dua huruf A di depannya. Akhirnya hari H pun tiba. Hari pernikahanku.

Ijab kabul telah disahkan oleh keluarga dan kerabat. Resepsi segera dimulai. Aku berdiri di pelaminan bersamamu. Berhadapan denganmu. Bukan berdampingan denganmu. Ya, aku memilih Mas Arif untuk menjadi suamiku.

Bukan tanpa alasan aku memilihnya. Bukan aku tidak melihat perjuanganmu selama ini untuk menaklukkan hatiku. Aku bahagia bersamamu, Mas. Tapi kebahagiaan di dunia aku rasa tidak cukup untuk membuatku tenang. Aku butuh seseorang yang juga mampu membahagiakan aku di akhirat.

Mas Arif lah yang aku rasa mampu memberikanku kebahagiaan baik di dunia mau pun di akhirat. Belakangan juga aku ketahui ternyata Mas Arif menaruh hati padaku. Aku tahu kamu mengetahui hal ini. Itu sebabnya kamu tidak ingin aku sering bertemu dengan Mas Arif, kan?

Di pelaminan kamu mengucapkan selamat untukku dan Mas Arif. Kamu memeluk Mas Arif dengan senyum favoritku dulu. Syukurlah kamu tidak marah pada Mas Arif. Dan aku sangat bersyukur kamu tidak marah padaku. Terima kasih kamu begitu lapang dada melepaskanku. Aku tahu itu sulit karena aku juga merasa demikian. Di pelaminan kamu sempat berbisik padaku.

"Selamat Arina, kamu lulus menjadi wanita yang tegas. Aku pantas mendapat ganjaran ini karena telah menyepelekan Tuhan. Aku tidak sadar hal urgensi yang diberikan Tuhan padaku, yaitu kamu. Kamu pantas mendapatkan Arif. Terima kasih Arina telah memberiku pelajaran. Sekali lagi selamat." Senyummu saat itu tidak akan aku lupakan. Kamu meninggalkan pelaminan tanpa menengok kembali ke belakang.

Terima kasih Mas Alex telah hadir dalam hidupku. Mungkin kita dipertemukan untuk saling memberi pelajaran, bukan untuk menyatu hingga akhir hayat. Semoga kamu mendapatkan wanita yang dapat mengayomi sepanjang hidupmu.

Rabu, 01 April 2015

Kesepian

Entah apa yang ingin saya pos. Hari ini perasaan saya begitu campur aduk. Hanya karena melihat pesan elektronik yang masuk di kotak pos saya. Jika setelah ini omongan menjadi tidak jelas mohon dimaafkan. Karena hanya mencari tempat untuk mengeluarkan isi hati saja.

Manusia katanya tidak ada yang sempurna. Dan dari ketidaksempurnaan itu pula yang menyebabkan manusia menjadi makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri. 

Selama ini saya mencoba untuk tidak bergantung pada orang lain dengan alasan tidak ingin menyusahkan. Karena selama kurang lebih 21 tahun saya hidup saya merasakan setiap manusia mempunyai masalah sendiri-sendiri, dan saya tidak ingin membebani mereka dengan masalah saya juga. Jadi selama ini saya tidak pernah menceritakan kepada orang lain bagaimana perasaan saya sesungguhnya.

Selain itu alasan lainnya karena saya tidak pandai mengungkapkan apa yang saya rasakan. Memiliki kepribadian yang melankolis menyebabkan perasaan saya begitu sensitif jika sudah membahas sesuatu yang saya pikir merupakan zona nyaman saya. Hingga akhirnya saya merasa zona nyaman saya diusik sehingga saya menjadi tidak nyaman. Ketidaknyamanan ini menimbulkan emosi lain yang dapat berbentuk rasa marah atau pun sedih. Hal ini yang menyebabkan terkadang saya tidak dapat mengendalikan emosi.

Tapi lama-kelamaan saya mulai merasa tidak sanggup untuk menanggung segalanya sendirian. Hingga saya belajar membuka diri kepada seseorang secara tidak langsung. Padahal orang tersebut seharusnya dapat saya ajak berdiskusi apa pun jika dilihat dari hubungan yang saya jalani dengannya. Namun tetap saja masih ada rasa tidak enak hati apakah yang saya lakukan ini benar, apakah yang saya lakukan tidak mengganggu kehidupannya. Pertanyaan itu terus ada dan membuat saya menjadi tidak nyaman kembali.

Mungkin seharusnya saya berusaha untuk melawan rasa ketidaknyamanan ini. Entah bagaimana caranya. Atau saya harus menunggu orang yang tepat. Saya pun tidak tahu. Yang pasti yang saya tahu saat ini adalah hati saya merasa kesepian.

Selasa, 24 Maret 2015

Kubus

Aku bagai terkurung di dalam kubus. Ingin pergi mengarungi dunia, namun terhalang oleh dinding-dinding tak bertepi. Tak memberikan jalan untuk keluar. Hanya terdapat lubang kecil untuk membantu bernapas. Itu pun sesak.

Aku bagai terkurung di dalam kubus. Memiliki kerabat dekat adalah salah satu karunia manusia sebagai makhluk sosial. Tetapi kedekatan yang terjalin begitu mengikat hingga akhirnya aku tidak mampu keluar dari jalinan yang terjadi. Namun aku sudah terlalu muak dengan segala hal manis yang dilakukan dan lama-lama hanya membuatku mual. Seperti dipaksakan. Tetapi mereka mengikatku. Memutuskannya begitu saja hanya akan menjadi bahan omongan. Dan putus bukanlah sesuatu yang mengenakkan, bukan?

Aku bagai terkurung di dalam kubus. Mereka tidak pernah sependapat denganku. Aku hanya boleh melakukan apa yang menurut mereka benar dan terbaik olehku. Namun mereka tidak pernah bertanya padaku apakah aku sanggup untuk menjalaninya. Apakah aku sanggup bertahan di dalamnya. Tidak pernah. Hanya berdasarkan pengalaman mereka dan berharap aku berhasil melewatinya. Dan sekarang aku terjebak.

Aku bagai terkurung di dalam kubus. Tidak dapat melakukan apa-apa. Bukan tidak mampu, hati yang menolak. Merasa ini bukan jalanku, tetapi tidak memiliki keberanian untuk melewati jalan lainnya. Karena terkurung di dalam kubus. Kubus yang penuh ketakutan. Takut dimarahi, takut membuat malu, takut tidak punya teman. Takut, takut, dan takut. Lalu, sekarang apa bedanya?

Kubus ini sudah terlalu sempit aku tinggali. Rasanya semakin menyusut seiring dengan aku bernapas. Tidak ada jalan lain selain mengumpulkan segenap tenaga yang tersisa dan mendobrak kubus ini dari arah mana pun demi menemukan jalan keluar. Jalan keluar yang mampu ku lewati dengan bernyanyi riang diiringi burung-burung yang terbang rendah, semilir angin yang damai, dan sinar mentari yang tak terlalu menyengat. Bukan jalan yang salah hingga aku harus masuk kembali ke kubus yang serupa.

Kamis, 12 Maret 2015

Part 10

"Nak, makan dulu ya. Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaan kamu," suara ibu terdengar dari luar pintu kamarku. Sejak pagi aku tidak keluar dari kamar. Tidak seperti aku yang biasanya di Minggu pagi selalu memulai aktivitas bersama ibu dan bapak.

"Ibu masuk ya," karena tidak mendengar jawaban dariku, ibu membuka pintu dan masuk ke dalam kamarku. Melihatku hanya duduk melamun di atas kasur, ibu menghampiri dan duduk di pinggir kasur tepat di sebelahku.

"Kamu kenapa, Nak? Semenjak Putra datang ke rumah kamu tampak lesu. Ada masalah dengan Putra? Cerita saja sama Ibu."

"Ibu pernah tidak sayang sekali dengan seseorang?"

"Pernah. Ibu sangat sayang dengan kamu dan bapak."

"Bukan. Maksud Konny sayang dengan seseorang di luar keluarga Ibu sendiri."

Ibu sedikit mengerutkan keningnya. Mencoba menerka apa maksud dari pertanyaan anak semata wayangnya. Sebelum ibunya menjawab, Konny sudah melanjutkan pertanyaannya.

"Mengapa harus ada pertemuan jika ternyata kita harus berpisah? Mengapa harus ada rasa sayang jika tidak bisa saling memiliki?"

Ibu tersenyum menanggapi pertanyaan Konny. Beliau menyadari anaknya sudah mulai beranjak dewasa. Dan merasa bersyukur Konny selalu terbuka untuk menceritakan masalahnya. Kini saatnya ibu menjawab kegundahan hati Konny dengan sebijak mungkin.

"Setiap pertemuan pasti memberikan pelajaran tersendiri. Setiap orang yang hadir di dalam kehidupan kamu pasti memiliki kisah yang berbeda yang bisa ia bagikan ke kamu. Dan perpisahan sendiri juga merupakan pelajaran bagi orang yang ditinggalkan mau pun yang meninggalkan. Berpisah bukan berarti orang itu salah telah masuk dalam kehidupan kamu, tapi pasti Tuhan punya rencana tersendiri untuk mempertemukan kamu dengannya. Sesuatu hal yang tidak bisa kamu miliki walaupun kamu sangat menginginkannya juga berarti hal tersebut bukan yang terbaik buat kamu, atau belum saatnya kamu miliki. Ada saatnya nanti kamu akan menyadarinya. Jadi ini ada hubungannya dengan Putra?"

Konny mengangguk. Ibu mendekatkan duduknya menjadi tepat di samping Konny. Diraihnya kepala anak kesayangannya dan dielusnya dengan lembut. Konny mulai menceritakan apa yang meresahkan hatinya hingga Konny merasa lega. Perbincangan pun dilanjutkan di meja makan karena ibu Konny mulai khawatir maag Konny kambuh akibat belum makan pagi.

Setelah puas mengobrol dengan kedua orang tuanya, sampai melenceng jauh dari topik awal, Konny mulai merasa lebih baik. Dan ia merasa harus menyelesaikan salah satu masalahnya untuk merasa lebih baik. Konny kembali ke kamarnya lalu mencari ponselnya. Ia mulai mencari kontak seseorang dan meneleponnya.

"Mike, kamu ada waktu hari ini? Aku mau ngomongin sesuatu."

Senin, 09 Maret 2015

Keluarga

Keluarga. Satu-satunya kata yang sensitif untuk saya dengar. Setiap mendengar kata ini, atau sesuatu yang berhubungan dengan ini, membuat emosi saya bergejolak. Perasaan menjadi campur aduk. Sering kali sampai mata tidak mampu membendung air yang kemudian berlinang di pipi.

Entah apa yang membuat kata ini menjadi begitu sensitif di hati saya. Mungkin begitu banyak harapan yang saya gantungkan dalam kata tersebut, namun realitanya jauh dari yang saya harapkan. Mungkin.

Melihat begitu banyak foto di jejaring sosial yang memperlihatkan keakraban dan kehangatan di dalam keluarga sering kali membuat saya tersenyum. Hati kecil berkata, "Beruntung ya mereka," tapi terasa pula perih. Aneh. Mungkin ada rasa iri ingin merasakan kehangatan yang sama.

Pulang ke rumah pun pasti ingin disambut dengan tawa, canda, peluk, dan hal manis lainnya yang memberi kebahagiaan. Bagaimana jika pulang ke rumah disambut dengan hening, berpenghuni namun setiap insannya memiliki kesibukan lain? Bukan kehangatan dan kebahagiaan yang didapat, melainkan kesepian semakin terasa.

Tujuan pulang ingin mencari rasa aman, dilindungi, dan nyaman dikelilingi orang-orang tersayang. Tapi jikalau pulang hanya bertemu kembali dengan kasur, laptop, dan benda mati lainnya, di mana tidak ada interaksi dengan sesama manusia, apa bedanya dengan berada di indekos? Miris.

Sedih. Sakit. Namun tuntutan, salah paham, amarah, keegoisan sudah terlalu lama ikut campur di dalamnya. Membuat rasa nyaman berkurang beberapa kali lipat. Merasa menjauh adalah cara terbaik untuk menenangkan diri.

Tapi apa gunanya menjauh jika ikatan yang kuat ini tidak akan pernah terputus. Semua akan terjalin. Semua akan merasakan. Tidak ada gunanya menghindar. Semua akan tahu pada akhirnya.

Racau asal di fajar buta ini mulai tidak jelas tujuannya. Dari pada membesarkan konflik akan lebih baik diam dan dihadapi saja. Setiap manusia diberikan ujian yang berbeda, namun akan selalu ada jawaban manis di dalamnya.

Jadi, tidak mengapa kan jika saya masih menggantungkan harapan mendapatkan kehangatan dan kebahagiaan seperti sedia kala?

Kamis, 12 Februari 2015

Mimpi

Dear sayangku,

Apa kabar? Kamu pasti akan menjawab baik-baik saja karena tidak ingin membuatku khawatir. Janji ya sama aku kamu selalu sehat di saat aku jauh dari kamu seperti saat ini.

Sayang, aku rindu. Lagi-lagi hari ini kamu hadir dalam bunga tidurku. Kamu terasa begitu nyata hingga melihat senyummu yang sangat aku sukai membuatku dapat tersenyum sambil tidur. Di mimpi itu kamu menghampiriku di depan dia yang selalu memandangku dengan pandangan yang terasa menghunus jantungku. Aku tidak berani menatapnya, Yang. Aku takut. Aku hanya ingin kamu memutar arah saja menuju dirinya tanpa perlu menghampiriku. Tapi kamu tidak melakukannya dan malah terus berjalan hingga kamu tepat berada di hadapanku dengan senyummu itu.

"Hai," itu kata pertamamu padaku. Aku yang tidak percaya akan kejadian ini langsung menepukmu pelan. Kamu tetap tersenyum. Akhirnya kamu menjelaskan semuanya. Kamu meninggalkan dia karena kamu sadar bahwa kamu membutuhkan aku. Satu tahun kemarin bukan waktu yang singkat untuk menghapus rasa ini padamu. Jadi setelah kamu mengatakan semuanya yang bisa otakku perintahkan hanya menangis dan memelukmu.

Lalu, dia pun mendatangi kita berdua. Dia minta maaf Yang sama aku. Aku akhirnya peluk dia dan bilang aku tidak pernah sekali pun merasa marah dengannya. Karena sebenarnya urusan ini hanya berhubungan antara aku dan kamu. Kamu juga yang memutuskan memilih dia, jadi aku tidak berhak untuk marah padanya kan? Hahaha pasti kamu bakal bilang aku tidak pernah berubah, tetap berbuat baik sekali pun dengan orang yang pernah menyakiti kamu. Buktinya aku masih menerimamu dengan pelukan hangat dan tidak menyimpan dendam apa pun dengan dia.

Keesokan harinya, tetap di dalam mimpi yang sama, kamu mengunjungi rumahku bersama keluargamu. Ngobrol santai untuk menjalin silaturahmi. Aku senang kamu bisa dengan hangat bercengkerama dengan keluargaku, begitu juga denganku. Saking serunya kamu tertidur di kamar kakakku. Kamu lucu Yang kalau lagi tidur :) Tidak sampai hati aku mau membangunkanmu. Tapi karena ibumu sudah mengatakan ingin pamit jadi mau tidak mau kamu harus bangun. Mukamu kelihatan lelah Yang, keputusan ini terlalu menguras energimu ya? Semoga kamu tidak dengan berat hati melakukan ini semua.

Setelah kamu merapikan diri, kamu pun pamit dengan keluargaku. Dan setelah kamu meninggalkan gerbang rumahku, aku terbangun.

Sayang, aku lelah. Aku lelah dengan perasaanku. Hati ini masih ingin memilikimu. Tapi kamu sudah tidak mungkin meninggalkan dia. Aku tahu Sayang, aku egois. Tapi kamu juga sudah tahu kalau aku akan tetap sayang sama kamu entah sampai kapan. Maaf ya Sayang, walaupun sudah berulang kali aku bilang maaf masih tidak bisa diterima olehmu. Kamu tidak bisa memaksaku untuk meninggalkanmu begitu saja. Kamu tahu sendiri cinta tidak bisa dipaksa. Aku juga tidak memaksamu untuk mencintaiku. Karena aku tidak mau membuat kamu menderita. Aku tidak akan sanggup melihatmu menderita.

Sayang, maafkan mimpiku yang tidak sopan menolak kenyataan yang ada. Tapi mimpi itu terkadang hanya sebuah harapan di dalam hati. Iya, itu harapanku. Maaf ya Sayang. Maaf sekali.

Baiklah, maafkan aku yang seenaknya memanggilmu "Sayang". Karena aku tidak tahu apa kata yang tepat untuk memanggilmu. Setiap namamu muncul di dalam kepalaku hanya ada rasa sayang yang bisa menggambarkannya. Maaf, mungkin aku mulai kelewatan. Tapi itulah aku.


Maafkan aku,

Orang yang selalu berharap.

Senin, 09 Februari 2015

Tulus (1)

"Aku tahu kamu tulus sayang sama aku. Semuanya terlihat dari mata kamu. Tapi maaf aku ga bisa meneruskan hubungan kita."

Kalimat itu yang sering terngiang di dalam pikiran Ari. Kejadian empat tahun yang lalu masih terlalu membekas di ingatannya. Rani memutuskan hubungannya tiba-tiba tanpa menjelaskan apa pun.

Hubungan Ari dan Rani awalnya tidak lebih dari teman satu kampus yang menggeluti klub yang sama. Klub kesenian, klub yang memiliki tempat berkumpul di salah satu ruangan terbesar di kampus mereka karena selalu memiliki anggota terbanyak dengan beberapa cabang kesenian yang dapat diikuti mahasiswanya, di antaranya musik dan lukis. Ari bergabung di cabang musik, sedangkan Rani di cabang lukis.

Keduanya memang tidak saling kenal satu sama lain. Tapi, suatu hari jadwal klub mereka bentrok antara musik dan lukis. Ruangan klub mereka tidak mampu menampung keduanya, bukan karena kapasitas ruangan yang tidak mencukupi tetapi karena akan saling mengganggu konsentrasi satu sama lain. Namun pada akhirnya kedua cabang tidak memakai ruangan klub, anak lukis mendapat tugas untuk melukis bebas kegiatan di sekitar kampus, dan anak musik terbagi menjadi beberapa kelompok untuk berlatih mementaskan aksi mereka di free jamming acara kampus mereka.

Rani memilih untuk melukis di sekitar danau kampus, di mana banyak orang memancing untuk mendapatkan ikan. Tidak jauh dari tempat Rani duduk, Ari sedang memetik gitarnya, mencoba mencari aransemen yang tepat untuk pertunjukkannya nanti. Merasa bosan karena belum mendapatkan aransemen yang pas, Ari meninggalkan teman-temannya untuk mencari inspirasi. Maksud Ari mencari inspirasi adalah dengan merokok. Karena tidak ingin mengganggu kegiatan kampus, Ari selalu merokok di bawah pohon di dekat danau.

Sesampai di tepi danau, pohon yang biasa menjadi tempat Ari untuk berteduh sambil membakar rokoknya sudah ditempati seorang perempuan yang sedang melukis. Oh, anak lukis toh, ucap Ari dalam hati. Cukup kecewa karena pohon tempat favorit Ari sudah ditempati, Ari tetap memutuskan untuk duduk di tepi danau tidak jauh dari pohon itu. Ari mulai mengisap rokoknya dan sesekali memainkan gitarnya.

"Maaf," Ari menoleh dan mendapati Rani tengah menatapnya.

"Ya?" jawab Ari bingung. Ari tidak merasa kenal dengan perempuan yang duduk tak jauh di sebelahnya ini.

"Rokoknya bisa dimatikan? Saya tidak bisa menghirup asap rokok, asma saya bisa kambuh."

"Oh, ini," Ari salah tingkah, "Maaf ya, gue ga tau."

"Tidak apa-apa," Rani tersenyum.

"Tapi kalau gue main gitar di sini boleh?"

"Boleh. Lumayan ada hiburan yang menemani saya di sini."

Setelah itu, Rani tetap melanjutkan lukisannya. Sedangkan Ari bingung dan masih salah tingkah karena tidak diperbolehkan untuk merokok padahal itu salah satu caranya mendapatkan inspirasi. Tapi karena ia sudah terlanjur duduk di sini dan sudah mendapat izin untuk bermain gitar, Ari mulai memainkan gitarnya. Bosan, Ari menengok ke sebelahnya.

"Hei," Ari memanggil Rani.

Rani menoleh.

"Lo anak klub lukis ya?"

Rani mengangguk.

"Tingkat berapa?"

"Tingkat dua," jawab Rani, "Kamu?"

"Gue tingkat tiga."

"Oh! Maaf Kak saya ga tahu," wajah Rani menyiratkan rasa bersalah karena sudah meminta seniornya untuk mematikan rokoknya.

"Tenang aja. Kan ga lagi ospek. Ga bakal gue marahin lah." Dua-duanya tergelak.

"Nama lo siapa? Gue Ari."

"Rani Kak."

"Panggil aja Ari, ga usah pake kak, berasa tua."

Lagi, Rani tertawa. Kemudian tersenyum. Manis, pikir Ari. Dalam hitungan detik Ari tersadar dari apa yang dipikirkannya. Dan mulai mengaburkan rencana di lamunannya.

"Kenapa Kak? Eh, Ri maksudnya," tanya Rani, merasa Ari ingin mengatakan sesuatu.

"Ga papa, ngga ada apa-apa kok," Ari salah tingkah lagi.

Diam kembali, akhirnya Rani meneruskan untuk melukis. Ari masih menatap Rani, tapi mulai bergeser melihat lukisan Rani.

"Suka ngelukis ya?" tanya Ari tanpa sadar menggeser tempatnya duduk menjadi lebih dekat dengan Rani.

Rani mengangguk. "Dari kecil kata ibu aku sudah hobi coret-coret tembok hahaha," Rani menjawab sambil masih mengerjakan lukisannya.

Manis sekali anak ini, pikir Ari. Ari tanpa sadar mengacak-acak rambutnya. Maksudnya untuk menghilangkan pikirannya tentang Rani malah dikira Rani Ari sedang sakit.

"Ri, lagi pusing ya?" Rani bertanya sambil memandang Ari

"Ngga kok. Emang kenapa?"

"Dari tadi kamu kaya lagi pusing mikirin sesuatu."

"Oh itu, lagi pusing aja mikirin free jamming," Ari mengarang alasan dari pada dianggap aneh oleh Rani karena alasan Ari salah tingkah karena dia.

"Kapan free jamming-nya? Minggu depan ya?"

Ari mengangguk. Masih belum sanggup berkata-kata.

"Kamu ga latihan?"

"Masih bingung sama aransemennya. Ngerasa belum pas aja. Makanya gue ke sini mau cari udara segar, siapa tahu dapat inspirasi."

"Nyari udara segar kok malah ngerokok," canda Rani.

"Hahaha, sori ya. Gue terbiasa nyari inspirasi sambil ngerokok."

"Jadi aku bikin kamu ga bisa mikir dong sekarang?"

"Ngga juga sih. Biasanya juga suka muncul ide setelah lihat-lihat pemandangan yang ga banyak orangnya. Kaya di sini."

Mereka melanjutkan obrolan dengan lebih santai. Sesekali Ari memainkan gitarnya, untuk menghibur Rani atau pun mulai membuat aransemennya. Hingga hari pun sudah sore. Tidak terasa mereka menghabiskan waktu berjam-jam bersama.

"Ri, aku mau pulang sekarang," Rani mulai membereskan barang-barangnya.

"Loh, kan lukisannya belum selesai."

"Besok aku ke sini lagi. Diterusin lagi di sini."

"Besok gue juga boleh latihan gitar di sini?"

"Boleh. Asal ga ngerokok ya," Rani tersenyum.

"Hahaha oke deh. Soalnya ini juga tempat favorit gue buat menyendiri."

"Yaudah, sampai ketemu besok Ri."

Ari melambaikan tangannya. Ari menatap Rani hingga Rani hilang dari pandangan. Ari tersenyum sendiri dan mulai beranjak dari tempatnya duduk. Semenjak itu Ari berhenti merokok.

Mbak Penjual Pecel

Halo Mbak,

Jangan aneh menerima surat cinta dari saya. Karena saya cinta dengan pola pikir Mbak, saya ingin membagikannya di sini kepada teman-teman. Sebelumnya terima kasih telah berbagi.

Hari ini hujan turun tiada henti dan terjadi di seluruh penjuru Jakarta. Banjir di mana-mana. Orang-orang segan untuk pergi, takut terjebak banjir atau sudah terjebak banjir dari depan halaman rumahnya. Namun Mbak tetap berkeliling menjajakan jualan Mbak.

Berbekal bakul besar yang Mbak panggul di punggung berisikan berbagai macam sayur yang telah direbus, aneka gorengan, mi goreng, lontong, juga bumbu kacang. Mbak selalu berkeliling sambil meneriakkan "Pecel" dengan suara yang khas. Tidak terkecuali hari ini.

Ibuku bertanya mengapa Mbak berjualan di tengah hujan deras. Dengan senyum Mbak menjawab justru di saat seperti ini jualan Mbak lebih laku. Orang-orang yang berteduh menunggu hujan dan merasa lapar pasti akan banyak jumlahnya. Belum lagi di orang-orang di rumah yang tidak masak dan tidak ada penjual makanan yang lewat selain Mbak.

Di tengah hujan yang deras seperti ini, di mana lebih banyak orang yang kesal karena menyebabkan banjir dan kemacetan di mana-mana, malah Mbak anggap sebagai berkah. Salut saya, Mbak. Sedikit sekali orang yang mensyukuri datangnya hujan di kota kita ini. Dan Mbak dengan tulus dan semangat tetap menjajakan dagangan Mbak karena berpikir Tuhan akan memberikan rezeki kepada Mbak di balik turunnya hujan.

Terima kasih Mbak atas pelajaran hidupnya. Tetap bersyukur dari apa pun yang diberikan Tuhan. Terima kasih pula atas kerja keras Mbak untuk tetap berkeliling menjualkan makanan sehingga kebutuhan pangan kami terpenuhi. Semoga rezeki Mbak selalu bertambah dan dilebihkan oleh Tuhan.


Salam,

Pembeli pecelmu.

Sabtu, 07 Februari 2015

Dear Susimi

Dear my Susimi,

Hari ini aku menujukan surat ini untukmu. Karena aku pikir aku sangat berterima kasih atas jasamu yang menemaniku sepanjang waktu, mulai dari menghilangkan penat dan membantuku mengerjakan tugas.

Susimi, kamu selalu diam dan mengerti dengan apa yang aku lakukan. Walau terkadang kamu akan meminta istirahat sejenak tanpa mengatakan apa-apa padaku yang membuatku nyaris pingsan jika sedang di tengah mengerjakan tugas. Berharap kamu tidak apa-apa, dan benar kamu hanya ingin istirahat.

Susimi, jangan cepat lelah ya. Aku tahu jika kamu mampu berbicara kamu pasti lelah aku ajak begadang setiap hari dan pasti akan menyuruhku untuk lekas tidur. Tapi apa daya, kamu selalu setia di hadapanku tanpa pernah menolak, hanya tertidur sebentar yang kemudian akan aku ganggu kembali untuk menemaniku terjaga.

Susimi, terima kasih juga kamu sudah menjadi teman curhatku yang paling bisa menjaga rahasia. Semua obrolanku dengan teman-temanku pun kamu jaga baik-baik tanpa kamu umbar ke orang lain. Kamu jangan sakit ya, karena kalau kamu sakit nanti aku yang panik, siapa lagi yang akan membantuku mengerjakan tugas atau menemaniku menonton video lucu untuk menghiburku?

Susimi, maafkan aku memberikan nama seadanya. Hanya sebuah kependekan dari "Asus Ini Milikku". Mungkin kalau kamu bisa bicara kamu minta nama yang keren seperti Aphrodite atau Jacquline. Tapi kamu seharusnya senang, karena namamu unik dan tidak aku tambahi -likiti di belakangnya. Nanti kamu jadi terkenal karena dikira istri dari Tukul.

Susimi, semoga kita awet ya. Sampai saat ini aku merasa paling nyaman denganmu. Hanya satu kekuranganmu, kita tidak bisa menonton dvd bersama karena kamu tidak bisa melakukannya. Tapi tidak apalah, aku juga tidak terlalu suka menonton, jadi tidak terlalu menjadi masalah untukku. Kamu bersabar ya selama menjadi milikku wahai laptop kesayanganku. Aku sayang kamu selalu.


Salam,

Pemilikmu.

Jumat, 06 Februari 2015

Teruntuk Adikku

Halo Adiiik! Selamat ulang tahun ya! Sebagai kado aku hadiahkan surat cinta ini untuk kamu :)

Sudah berapa lama ya kita tidak bertemu? Tapi kita masih bisa mengetahui keadaan masing-masing. Terima kasih untuk Facebook yang membantu mempertahankan silaturahmi kita.

Aku rindu sekali sama kamu, Dik. Dan sesungguhnya aku rindu kamu yang dulu. Kamu yang dulu yang bisa membuatku memutuskan untuk menganggapmu sebagai adik padahal kita baru saja bertemu saat itu.

Dulu, aku merasa kamu rapuh. Aku berpikir akan lebih baik jika aku bisa melindungi kamu dengan caraku. Seiring dengan berjalannya waktu aku tahu aku tidak berhasil membuatmu lebih baik. Suatu ketika kamu menceritakan suatu hal kepadaku yang aku rasa itu sangat privasi tapi karena kamu percaya sama aku maka kamu ceritakan semuanya padaku. Terima kasih kamu sangat percaya sama aku, tapi maaf sebenarnya ketika kamu menceritakannya hatiku terasa seperti tersayat. Namun, apa lagi yang dapat aku lakukan, itu pilihan kamu yang sudah menjadi gaya hidupmu.

Aku mencoba sabar dan berdoa semoga kamu diberikan petunjuk untuk menjadi lebih baik. Akan tetapi kamu memberikan berita lagi yang membuat darahku berdesir. Aku merinding ketika mengetahuinya. Aku tidak ingin kamu tahu bahwa aku takut, aku hanya memasang tampang yang menurutku tepat sebagai kakak yaitu dengan menenangkanmu dan memberikan nasihat selayaknya orang yang lebih mengerti kehidupan. Padahal di balik itu semua aku sudah ingin menangis dan memelukmu erat, ingin membawamu ke rumah dan menjagamu sebaik-baiknya.

Entah mengapa dewi fortuna sedang tidak berpihak kepadamu. Semakin hari aku melihatmu semakin tidak baik. Jujur Dik, aku tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi aku ingin menyelamatkanmu dari kehidupan kelam itu. Namun di sisi lain aku tahu aku belum sanggup untuk memenuhi semuanya untukmu. Rasa sayang ini hanya bisa mengkhawatirkan kamu tanpa tahu apa sebaiknya jalan terbaik untuk kamu.

Terima kasih sekali kamu masih menganggapku sebagai kakak. Terkadang aku tidak kuat jika kamu menyebutku demikian karena aku merasa tidak pantas mendapatkan predikat itu. Tapi sekali lagi terima kasih atas kepercayaan kamu denganku selama ini.

Di hari ulang tahunmu ini aku hanya bisa mendoakan semoga kamu selalu sehat, rezekinya dilancarkan, ditunjukkan jalan yang benar dalam kehidupanmu, dan selalu dilindungi olehNya kapan pun dan di mana pun kamu berada. Maaf aku belum bisa menjadi kakak yang baik buat kamu.


Salam,

Kakak yang tidak becus.

Kamis, 05 Februari 2015

Hi 5!

Hi 5!

Bukan, ini bukan acara anak-anak yang menayangkan dua laki-laki dan tiga perempuan menari dan menyanyi bersama untuk menghibur penontonnya yang mayoritas anak kecil. Tapi ini kita yang terdiri dari tiga laki-laki yang memiliki kelebihan (berat badan) dan dua perempuan yang cantik penuh kesabaran menghadapi ketiga lelaki lainnya. Iya, aku mau menujukan surat ini untuk kalian, teman-teman kecil(?)ku.

5. Lupa siapa yang menamakan grup di Line dengan nama ini. Yang pasti karena dari pada tidak bernama dan kita kalau pergi lengkapnya berlima jadi diberilah nama itu, betul tidak? Ah sudahlah tidak penting juga. Yang penting itu aku memutuskan menulis (oke, mengetik) surat cinta ini untuk kalian karena aku kangen kalian! Iya, begitu saja.

Sadar tidak kalau kita sudah berteman lebih dari sepuluh tahun? Lama ya. Terkadang suka heran pada diri sendiri, kok bisa ya aku betah berteman dengan kalian yang otaknya pada "geser". Perasaan itu tidak bisa dibohongi kalau sudah nyaman berhubungan dengan orang lain pasti akan lebih mudah untuk menerima apa pun yang dilakukan orang itu. Yang bikin nyaman dari kalian itu selalu bisa bikin aku tertawa selain dari pribadi kalian masing-masing. Kurang lebih aku jelaskan pendapatku tentang kalian berdasarkan abjad berikut ini.

Gendut 1 yang paling sering membuatku ngambek. Alasannya cuma satu dan selalu itu, yaitu mager aka malas gerak. Kalau mau pergi jarang sekali berhasil kalau bukan dadakan. Kalau bukan dadakan dipastikan tidak akan berangkat tepat waktu, minimal dua jam dari waktu yang dijanjikan baru berangkat. Walau sudah sering dibuat ngambek, tapi tidak tahu mengapa kalau mau pergi yang aku tanya lebih dulu orang ini. Saking sayangnya nih Dut, tapi kurangilah magernya huhuhu.

Gendut 2 kapten yang kerjaannya terbang ke sana ke mari. Target bully kita semua karena paling telat sadar apa yang lagi diobroli. Tapi yang paling enak diajak pergi karena pasti muncul paling pertama. Terbiasa tepat waktu kalau terbang ya, Capt? Bagus bagus. Kalau bisa ditulari teman-temannya biar tidak selalu membuat kesal.

Gendut 3 ini mulutnya yang paling duluan kalau bully orang. Tapi sepertinya paling perhatian dari yang lain, soalnya paling sering menanggapi. Mungkin sudah bawaan ya kalau jadi dokter harus cepat tanggap dan perhatian sama pasiennya, walaupun masih diragukan bisa menyelesaikan masalah gigi dan teman-temannya atau tidak. Hahahaha ampun Pak Dokter.

Si cantik yang kecantikannya (terkadang) bikin iri. Ibu psikologku, tempatku curhat yang sering bingung sama obrolan orang, sebelas dua belas sama kapten hahaha. Selalu bermasalah sama pipinya yang menurutku malah merupakan aset untuk menarik perhatian laki-laki. Tidak heran banyak yang jatuh hati sama kamu, sist. Ups..... hihihihi.

Intinya walaupun kalian menyebalkan seperti apa pun aku sayang sama kalian, bersyukur punya teman-teman seperti kalian. Maaf aku jarang bertemu dengan kalian karena sering kali mengajak bertemu di malam hari di mana orang tuaku paling sulit memberikan izin. Salahkan para penjahat di Indonesia yang selalu berulah sehingga membuat orang tuaku semakin tidak mengizinkan aku keluar atau pulang di malam hari. Maaf juga kalau aku juga menyebalkan, pasti itu tidak disengaja kok kan aku baik hati :3 (malah jadi menyebalkan hahaha).

Semoga pertemanan kita selalu terjaga sampai tua, sampai kakek nenek. Dan kita selalu diberikan kesehatan agar masih sempat untuk bersilaturahmi satu sama lain.


Salam,

Teman yang tidak bisa pergi malam-malam. 

Rabu, 04 Februari 2015

Awal Biasa Menjadi Luar Biasa

Halo sahabatku yang sedang berbunga-bunga hatinya,

Gue ga akan memulai surat ini dengan apa kabar, secara kemarin lo baru saja memberikan kabar gembira :D Ini hadiah dari gue untuk nulis (sebenarnya sih ngetik) surat cinta bertemakan "For The First Time In Forever" spesial buat lo. So sweet banget ya gue? Karena sesungguhnya gue tidak menyangka kita bakal bisa sedekat sekarang dari awal pertemuan yang sebenarnya biasa aja tapi ga akan pernah gue lupa. By the way ini surat pertama gue yang pake bahasa sehari-hari. Semuanya khusus buat lo!

Gimana bisa lupa sama orang yang ditemui dari atas sampe bawah ungu semua. Kemeja ungu, rok ungu, tas ungu, sepatu ungu, dan bahkan matanya pun ungu. Yang terakhir sih yang bikin gue heran. Sebagai penyuka ungu pun gue sampai bergidik lihat lo. Ampun ndoro, tapi itu realitanya hahaha :p

Seiring berjalannya waktu, kita juga ga pernah menghabiskan waktu bareng. Yang gue inget cuma ketika kita bertiga, sama satu teman kita lagi, ngumpul di suatu kamar yang gue lupa kamarnya siapa dan ngobrol random sampai tengah malam. Kayanya dari situ kita mulai sering cerita-cerita.

Selain dari itu kita juga punya kesamaan, sama-sama suka sama cowo yang sama! Dan kejadiannya lebih dari sekali. Hahahaha ini hal paling bodoh selama gue punya teman seumur hidup gue. Bisa-bisanya tiap curhat tentang cowo pasti mau curhatin cowo yang sama. Super aneh! Walaupun yang benar-benar memikat di hati ga pernah sama, you know what I mean kan? Hahahaha.

Dan sudah beberapa kali lo menjadi saksi bahwa gue bisa dikatakan seorang cenayang, dalam arti gue sudah tahu apa yang bakal lo bilang sebelum lo menceritakan semuanya ke gue. Aneh banget ga sih? Lo aja heran apa lagi gue yang nebak padahal asal aja. 

Kemarin pun tebakan gue sangat jitu. Iya, kabar gembira yang lo berikan itu. Akhirnya salah satu harapan lo terkabul setelah selama ini minta sama gue "sesuatu" dan maunya yang "itu". Selamat sayangku!! Gue ga akan marah, gue ga akan kesal karena "sesuatu" itu sudah berada di tangan yang tepat. Inget kan dulu gue pernah bilang kalau lo yang dapet gue ga akan marah? Sekarang giliran gue yang berharap sama lo: jangan disia-siain, semoga lo bahagia, dan gue selalu ada kalau lo mau cerita apa pun seperti biasanya ;) Don't feeling guilty, okay? :)

Well, walaupun pertemuan pertama kita biasa aja dan ga berarti, tapi hubungan persahabatan kita akan selalu luar biasa dan amat berarti, kan?

Mungkin surat ini ga romantis seperti yang lain. Tapi dengan mengirim surat ini ke lo menunjukkan bahwa gue romantis, ya kan ya kan? Hahahaha.

Bahagia selalu ya kawaaaan! Jangan bosan berteman sama gue!

Kiss and hug,


Seseorang yang rela nunggu jam pulang kantor buat nemenin makan sushi.

Selasa, 03 Februari 2015

Kalian yang Tidak Pernah Saya Temui

Kakek, nenek, eyang, dan mbah putri tersayang,

Apa kabarnya di surga? Saya kangen.

Menulis surat ini saja saya sudah ingin menitikkan air mata. Entah mengapa kalau memikirkan kalian saya rindu setengah mati. Padahal saya belum pernah bertemu dengan kalian semua. Hanya berbekal foto simpanan papa dan mama saya mengetahui wajah tampan dan cantik kalian.


Kakek, nenek, eyang, dan mbah putri tersayang,

Saya iri dengan ponakan-ponakan saya. Mereka selalu diperhatikan oleh papa mama. Setiap hari tidak lupa untuk menelepon cucunya jika tidak sempat mengunjungi. Jika kalian semua masih ada apakah kalian juga akan melakukan hal yang sama untuk saya?


Kakek, nenek, eyang, dan mbah putri tersayang,

Saya iri dengan teman-teman saya. Setiap liburan mereka selalu mengunjungi kakek neneknya, berfoto bersama, berbagi peluk dan cium. Bagaimana rasanya mendapat kasih sayang dari kakek nenek? Bagaimana rasanya memeluk eyang dan mbah putri? Maafkan saya atas rasa iri saya terhadap teman-teman. Terkadang saya tidak bisa menahannya.


Kakek, nenek, eyang, dan mbah putri tersayang,

Saya sedih tidak bisa sering mengunjungi kalian karena makam kalian yang letaknya jauh dari rumah saya. Maafkan saya, papa, dan mama ya kakek, nenek, eyang, dan mbah putri karena jarang mengunjungi. Tapi doa dari kami selalu mengalir untuk kalian.

Semoga nanti kita dapat bertemu di surga dan segala yang aku rindukan akan terpenuhi. Selalu sayang kalian.

Salam,

Cucu kalian yang sangat merindu.

Senin, 02 Februari 2015

Kepada Sosok Matahariku Setelah Hujan Turun

Dear Masnya,

Temanku yang paling baik sedunia, aku tidak akan menanyakan kabarmu. Karena kalau kamu tidak baik-baik saja pasti langsung laporan. Hahahaha sebenarnya aku selalu tersenyum kalau menemukan namamu di kolom chat-ku. Sebabnya pasti ada sesuatu yang ingin kamu kabarkan padaku entah penting atau tidak. Aku terkadang merasa tersipu membaca "laporan"mu, sambil terkadang berpikir aku ini apa sampai kamu terkadang minta doa restu dariku.

Temanku yang paling baik sedunia, aku menobatkan kamu sebagai matahariku setelah hujan turun. Mengapa? Karena kamu selalu bisa menghapuskan air mataku dengan kalimat-kalimat sederhana yang membuatku ceria kembali.

Kamu memang tidak selalu ada di saat aku membutuhkanmu. Tapi kamu selalu muncul di saat yang tepat. Entah magnet apa yang menarikmu di saat aku benar-benar terpuruk dan membutuhkan semangat, pasti kamu akan datang dengan kata-kata yang tidak ada manis-manisnya. Tetapi kata-katamu itulah yang membuat aku tersentak dan menyadari apa yang seharusnya aku lakukan, apa yang salah dalam pilihan yang aku ambil, dan apa tujuan sebenarnya dari pilihanku tersebut.

Kamu sendiri mengakui bahwa kamu paling tidak bisa menghibur orang dan malah membeberkan fakta yang membuat seseorang tersadar akan sesuatu yang tidak terlihat ketika ego menguasai otak sehingga tidak bisa berpikir jernih. Mungkin beberapa orang merasa cara itu terlalu keras untuk diberikan kepada seseorang yang sedang dirundung duka. Namun aku rasa aku cocok dengan cara itu. Tamparan keras lebih mudah untuk membuatku kembali berpikir jernih sehingga aku tidak perlu berlarut-larut dalam kesedihan.

Terima kasih ya Mas sudah menjadi teman terbaik sedunia. Konon katanya teman paling baik adalah teman yang selalu ada di saat duka, dan Mas selalu ada di saat itu. Aku harap kita dapat selalu menjaga hubungan ini sampai tua. Semoga Mas selalu sehat agar selalu bisa menjaga kebahagianku kapan pun dan di mana pun :)

Salam,


Temanmu yang cengeng.

Minggu, 01 Februari 2015

Untuk Seseorang yang Ku Anggap sebagai Sahabat

Haloooo!! Apa kabarnya?

Gila, mau bilang halo saja susah banget di kehidupan nyata. Mungkin aku bakal sesenang itu kalau bisa ngobrol lagi sama kamu.

Ah, benar juga. Ini bukan awal yang baik untuk sebuah surat. Ada baiknya aku ulang supaya kamu juga akan lebih tenang untuk membacanya. Semoga saja surat ini sempat kamu baca.

Halo. Apa kabar? Semoga kamu selalu baik-baik saja. Oh iya, aku belum sempat mengucapkan selamat atas kelulusanmu. Sebagai teman aku merasa gagal tidak mengucapkan hal menggembirakan itu. Ini semua karena suatu hal yang kamu putuskan sehingga membuat mulutku terkunci setiap kali aku melihatmu dan ingin bertegur sapa denganmu.

Sesungguhnya, aku rindu.

Aku rindu dengan setiap gurauan yang selalu kita lakukan. Aku rindu setiap semangat yang saling kita berikan satu sama lain. Aku rindu kisah persahabatan kita yang telah lewat. Dapatkah waktu berputar kembali sehingga aku tidak perlu menjauh darimu seperti saat ini?

Aku tahu ini semua salahku. Salahku mempunyai perasaan lebih terhadap sahabat sendiri. Tapi kamu tahu cinta itu tidak bisa dihalangi mau pun dipaksakan. Dan menurutku cinta itu datang karena ada kesempatan. Kesempatan yang diberikan dari lawan jenis untuk membuka diri terhadap diri kita sendiri. Mengerti maksudku? 

Dan kamu ingat percakapan terakhir kita? Semua itu kamu yang mengendalikan. Kamu yang menginginkan kalau kita lebih baik menjauh. Padahal aku sudah bilang aku tidak menuntut apa-apa darimu. Aku tidak memintamu untuk putus dengan kekasihmu. Toh perasaan ini sudah ada sebelum dia menjadi pasanganmu. Jika memang aku sangat menginginkan kamu menjadi kekasihku pasti sudah ku nyatakan perasaanku jauh sebelum kamu memiliki kekasih. Logis bukan?

Malah aku yang balik bertanya, mengapa kamu yang lebih dulu meminta kita menjauh di saat kita bisa menjadi teman? Di saat kamu pun belum tahu perasaanku yang sesungguhnya. Kamu takut? Coba dipikirkan kembali kata-kata yang kamu lontarkan padaku bahwa kamu sudah berkomitmen. Jika kamu memang sudah yakin akan komitmenmu aku rasa tidak perlu dengan menjauh seperti ini. Kamu juga sudah dewasa dan mengerti hubungan pertemanan itu seperti apa.

Sudahlah, tidak perlu mencerna seluruh omonganku ini. Pasti kamu tidak akan peduli juga. Tapi satu hal yang aku tahu kamu itu orang baik. Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan. Jadi apa pun yang kamu lakukan pasti yang terbaik buat kamu. Dan mungkin aku bukan teman yang baik buat kamu. Mungkin.

Sekian saja suratku ini. Semoga hubungan dengan kekasihmu selalu dalam kebahagiaan dan dapat menuju tahap selanjutnya. Semoga kamu juga mendapatkan pekerjaan yang terbaik buat kamu. Semoga selalu bisa membanggakan orang banyak. Dan semoga selalu sehat. :)

Salam,

Seseorang yang pernah menganggapmu sahabatnya.

Sabtu, 31 Januari 2015

Michael Bublé, The Script, dan Kamu

Teruntuk kamu yang di sana,

Apa kabarmu? Sudah lama tidak saling bertukar kabar dan berbagi cerita. Masihkah kamu mengingat aku? Entahlah, walaupun waktu sudah banyak terlewati aku masih saja dapat mengingat kamu. Bukan hanya kamu, tapi juga cerita indah yang pernah kita ukir.

Apakah kamu tahu dua hari yang lalu Michael BublĂ© mengadakan konser di sini? Sayang sekali aku tidak bisa menontonnya. Tapi lebih baik seperti itu, karena semua hal tentang Michael BublĂ© hanya mengingatkan aku tentang kamu.

Everything. Awalnya aku hanya menyukai lagu itu seperti aku menyukai banyak lagu lainnya. Namun semenjak bertemu kamu makna lagu itu berubah.

Aku jadi ingat kala itu kita hanya sedang bersenda gurau di ruang keluargamu. Hingga akhirnya kita lelah untuk tertawa lalu kamu berdiri mendekati piano kesayanganmu. Dan kamu mulai memainkan lagu Michael Bublé itu sambil bernyanyi dengan suaramu yang sumbang :) Ini bukan pertama kalinya kamu melakukan ini untukku. Tapi hari itu berbeda.

Setelah kamu menyelesaikan konser kecilmu, dengan tatapan yang tak pernah lepas dari mataku kamu mengeluarkan kotak kecil dari sakumu dan membukanya di hadapanku. "Do you want to be mine? Because I think you're my everything," setengah tidak percaya mendengar pertanyaan ini terlontar dari mulutmu dengan kebiasaan kamu yang selalu bercanda, akhirnya aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk :)

Indah ya kalau diingat-ingat kejadian itu. Tapi bukan hidup namanya jika hanya merasakan sesuatu yang indah saja.

Beberapa bulan setelah itu ternyata tidak begitu baik untuk kita. pertengkaran selalu terselip di setiap harinya. Dan peristiwa yang selama ini kita hindari harus terjadi. Kamu pergi ke negeri seberang dan tidak pernah kembali.

Kamu tahu The Script? Iya grup band kesukaan aku. The Man Who Can't be Moved sudah menjadi lagu yang melekat padaku. Liriknya, tepatnya di bagian reff, benar-benar mengingatkan aku padamu. Satu hal yang aku ingat setiap lagu ini mengalun entah mengapa tiba-tiba air mataku langsung menetes. Persis seperti liriknya, aku masih menyimpan harapan jika kamu bangun dari tidurmu dan merasa merindukanku, kamu akan kembali menemuiku di sini karena aku tidak akan pergi ke mana-mana. Kamu terlalu berarti buat aku dan rela menunggumu, padahal aku adalah orang yang menyakitimu sampai kamu memutuskan meninggalkanku sampai sejauh itu. 

Dan tahukah kamu menurut berita yang ku dengar The Script akan konser di negara tempat tinggalmu tepat di bulan ulang tahunku. Mungkin jika kita masih bersama kamu akan memberikan kejutan padaku dengan memboyongku ke sana dan menyajikan konser band yang berasal dari Irlandia itu. Kamu kan selalu bisa memberikan kejutan hebat untukku.

Ah, lagi-lagi aku mengingatmu. Lagi-lagi aku berandai-andai.

Hanya dengan mendengarkan lagu saja aku dapat mengingat kenangan kita dengan jelas. Padahal sekarang sudah tidak ada lagi kita. Hanya ada aku di sini.

Aku rasa sudah saatnya untuk melupakanmu. Surat ini ku nyatakan sebagai titik awal untuk memulai lembaran baru. Kamu setuju kan?

Mungkin lagu Michael Bublé atau pun The Script akan terputar seiring langkahku menjalani kehidupan ini. Tapi bukan lagi untuk ditangisi atau mengingat tentangmu. Akan lebih baik jika dijadikan pelajaran untuk lebih menyayangi dan mencintai orang yang selalu memberikan waktunya untukku.

Terima kasih kekasih hatiku sudah mengenalkanku dengan rasa sakit hati. Mungkin ini karma dari semua hal buruk yang telah ku lakukan padamu. Maaf jika semua itu tidak berkenan di hatimu. Semoga kehidupanmu dilimpahkan kebahagiaan hingga akhir hayat. 


Salam,

Wanita yang dulu pernah sangat kamu cintai.

Jumat, 30 Januari 2015

Penawan Hatiku 30 Hari ke Depan

Dear Bosse dan tukang pos yang menawan :)

Sebelumnya mau bilang selamat memulai hari pertama di tahun kelima #30HariMenulisSuratCinta Bosse dan tukang poooos! Biar Bosse dan teman-teman happy di hari pertama "kerja" lagi di tahun ini, maka aku memutuskan untuk menujukan surat ini buat kalian :D

Terima kasih atas konsistensi kalian yang tetap menjalankan proyek ini sampai tahun kelima, karena atas kerja keras kalian kami, yang hobi nulis ini, bisa menuangkan kreativitas selama 30 hari ke depan (aamiin!). Dan kali aja bisa menemukan cinta juga di sini #eh hihihihi

Tahu ga Bosse, aku tuh tiap tahun selalu deg-degan nungguin momen #30HariMenulisSuratCinta ini. Kenapa? Soalnya pasti di saat aku lagi tidak memikirkan siapa-siapa yang bisa disurati alias belum punya kekasih hiks. Alhasil tiap tahun belum berhasil nulis 30 hari penuh. Tapi setelah dipikir-pikir kenapa harus bergantung pada kekasih, toh cinta bisa sama siapa aja ya Bosse? Makanya karena aku cinta sama Bosse dan para tukang pos aku kirimkan surat ini untuk kalian :) Semoga tahun ini aku bisa memenuhi 30 hari ya! Siapa tahu abis ini aku dapet surat cinta beneran #eh #kodelagi #tetepusaha #yangpentinghappy hahahahaha.

Sekian dulu ya Bosse dan tukang pos. Maaf atas surat yang sederhana ini. Yang penting rasa cintaku pada kalian tersampaikan #kedipmanja hihihihi. Terima kasih atas kerja kerasnya juga selamat menerima dan membagikan cinta kepada seluruh umat manusia. Semoga kalian semua sehat selalu. Love you all~



Sabtu, 17 Januari 2015

"Cowo kalo ga brengsek pasti homo." Masa?

Pasti sudah sering mendengar kalimat di atas diucapkan oleh beberapa wanita di sekitar kalian. Tidak perlu berbohong, karena saya juga pernah bilang hal tersebut. Namun, saya menyesal sudah mengungkapkan hal tersebut. Mengapa?

Beberapa hari yang lalu saya dicurhati salah seorang sahabat yang sedang bersedih akibat putus cinta. Sahabat saya ini seorang laki-laki. Sebenarnya cukup sering saya dijadikan lawan bicara beberapa teman-teman lelaki saya untuk sekadar ngobrol ngalur-ngidul atau meminta pendapat saya tentang kehidupan percintaan mereka. Tenang saja, semua tidak menjadi korban friendzone saya, eh...

Singkat cerita teman saya memutuskan hubungannya yang sudah tidak sehat antara dia dan (mantan) kekasihnya. Tidak sehat dalam arti terlalu banyak pertengkaran di dalamnya dan (menurut saya) terlalu banyak drama. Mungkin kalau saya menjadi teman dari kekasihnya, teman saya ini akan dianggap sebagai salah satu laki-laki brengsek. 

Oh iya, kategori laki-laki brengsek itu menurut saya saat itu adalah para lelaki bermulut manis, banyak janji, tapi lebih banyak menipu, tanpa aksi, dan terkadang banyak yang berbicara kasar setelah mendapatkan wanitanya. Terlalu umum ya? Pasti kalau dibaca sama cowo saya langsung didamprat, "Emang kita udah pasti brengsek kalo punya sifat salah satu dari itu?" Ampun Mas ampun, ga maksud apa-apa. Justru saya nulis mau mengungkapkan pikiran saya yang sedikit terbuka dan menyebabkan saya menyesal mengategorikan lelaki hanya terdiri dari brengsek dan homo saja.

Lanjut ya ceritanya. Jadi teman saya ini sempat ngomong kasar (atau sering? ga tau juga soalnya cuma dapet cerita bukan menyaksikan langsung) ke pasangannya karena kesal dan pasangannya selalu mengulang kesalahan yang sama. Sering kali setiap teman saya marah, pasangannya menangis. Ya menangis, senjata andalan para wanita HAHAHAHA. Serius. Dulu juga saya sempat menangis di depan (mantan) pacar saya karena dia minta putus, terus ga jadi deh walaupun ujung-ujungnya putus juga setelah saya sudah lebih dewasa pemikirannya wakakakakakak (aslik jijik banget bacanya).

Dari sepenggal cerita di atas cukup jelas kan kenapa saya mengubah pola pikir saya tentang "cowo kalo brenngsek pasti homo"? Apa? Ga jelas? Jadi gini loh maksudnya. Teman saya ini ngomong kasar pasti karena kesal. Kesal itu diakibatkan karena terjadinya sesuatu. Apa sesuatunya? Yang dilakukan pasangannya. Ngerti? Belum juga? Haduh...

Menurut saya yang membuat seorang lelaki bertingkah menjadi brengsek bukanlah karena memang sifat mereka dari lahir sudah brengsek, tapi ada sebab di baliknya, salah satunya bisa disebabkan oleh pasangannya. Lagi pula seorang wanita tidak mungkin pernah memacari setiap pria di muka bumi ini kan, jadi mengapa menyamaratakan bahwa lelaki itu hanya dua jenis, brengsek dan homo.

Maka dari itu untuk para wanita akan lebih baik apa bila kita menarik dan memikirkan kembali kalimat kita yang menyatakan bahwa seorang lelaki itu brengsek. Mungkin saja yang menyebabkan mereka menjadi brengsek adalah kita sendiri (nah loh...). Lebih baik kita introspeksi diri terlebih dahulu sebelum menghakimi orang lain.

Salam damai :)

Minggu, 04 Januari 2015

Kaleidoskop 2014

Akhirnya 2015 datang. Terlalu banyak yang terjadi di tahun lalu membuat saya berharap banyak di tahun ini mendapatkan kebahagiaan yang lebih dari pada tahun kemarin. 

2014 bukanlah tahun yang mudah bagi saya. Terlalu banyak pelajaran yang dapat diambil dari kejadian tahun lalu. Begitu banyak sakit hati dan orang-orang yang saya sayangi mulai menjauh dari saya. Terlebih orang yang saya anggap sahabat banyak yang membuat jarak dengan saya, atau itu hanya perasaan saya saja saya pun tidak tahu.

Tapi tidak hanya kejadian pahit yang saya rasakan. Pertemuan kembali dan indahnya menjalin silaturahmi juga turut saya rasakan dan begitu membahagiakan. Saya pun semakin yakin dengan pernyataan mempunyai banyak teman bukanlah hal penting, tapi coba hitung teman di sekitar Anda ketika Anda sedang mengalami masa sulit. Oleh karenanya saya lebih menghargai dan menyayangi teman-teman saya yang selalu menemani saya di kala susah dari pada teman-teman yang hanya ingin bermain dan bersenang-senang dengan saya.

Harapan saya di 2015 ini adalah meneladani kebaikan yang telah terjadi di tahun 2014, lebih dewasa dalam menghadapi masalah, mencari jati diri dan keberanian untuk bertindak, menyelesaikan apa yang belum diselesaikan di tahun lalu, dan menjaga silaturahmi dengan kerabat dekat, baik keluarga mau pun para sahabat. 

Walaupun saya merasa mengawali awal tahun dengan tidak cukup mulus, saya harap semua yang saya impikan dapat terjadi di tahun ini dengan restu dari Allah SWT sehingga semuanya dapat terwujud dan kehidupan akan lebih membahagiakan tidak hanya di dunia namun juga di akhirat. Semua orang yang saya sayangi diberikan nikmat sehat dan perlindungan dalam setiap langkahnya untuk memupuk amal kebaikan demi bekal untuk ke surga. Aamiin..