Selasa, 10 Mei 2011

Flashback

Buka inbox.
Scroll ke bawah.
Buka message lama.
Tersenyum :)

Ingin rasanya kembali ke masa itu. Dimana begitu mudahnya mendapatkan kebahagiaan hanya dari sebuah pesan singkat yang dikirimkan ke telepon genggam. Aku merindukan hal itu. Itu yang menyebabkan aku selalu berkata bahwanya mengerti aku.

Waktu berputar begitu cepatnya. Hingga begitu cepat pula waktu yang memisahkan jarak kita. Sedikit khawatir dengan apa yang terjadi di masa depan. Yasudahlah, aku pasti bisa.

Kekhawatiranku semakin besar hingga saat ini. Hidupku seperti berada di ujung tanduk. Tak ingin diam dan berhadapan dengan situasi tergenting. Tak ingin diam. Tapi apa dayaku.

Ebtah mengapa aku merasa ini dibebankan padaku. Kata ibu, aku tak boleh memikirkannya hingga begini, walau hanya secara tersirat. Tapi Bu, jika aku merelakannya akankah aku lebih bahagia dari ini? Masa depan tak ada yang tahu. Bahkan aku tak ingin mengulangi kehidupan yang salah seperti ini.

Sekarang.
Buka inbox.
Baca message.
Mark all.
Delete

Dilema

Di satu sisi aku senang kau mengatakan yang sejujurnya.
Akan tetapi kau tidak memberikan solusi yang tepat.
Dan bahkan tak seucap solusi pun yang keluar dari mulutmu
Lalu apa yang harus kuperbuat?

Sepenggal kalimat kutampilkan padamu.
Aku berharap kau senang.
Kenyataannya kau menunjukan hal yang sebaliknya.
Lalu apa yang harus kuperbuat?

Dilematis mengerubungiku.
Sebenarnya apa yang kau inginkan aku tahu.
Namun bagaimana aku menerapkannya.
Jujur aku lelah selalu berusaha untuk mentranslate apa yang kau maksud.
Setiap aku ingin kau melakukannya juga kepadaku,
kau selalu berkata, "kau duluan yang melakukannya."
Sehingga aku hanya bisa berpikir ini semua salahku.
Dan aku tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan.
Hanya bisa diam.
Tapi aku tak mau diam.
Ini menyengsarakan.
Dilema.
Tak mampu untuk meninggalkan.

Kamis, 05 Mei 2011

Terima Kasih :)

Diawali dengan suatu sesi masuk ke dalam ruangan dengan kegelapan menyambut. Rasa ngeri mengelilingi kami. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Tak seorang pun tahu. Akhirnya kami semua memberanikan diri untuk melangkah ke suatu tujuan yang tak seorang pun tahu.

Dengan bekal keberanian dan pengorbanan, kami berhasil melangkahkan kaki ke dalamnya. Terkejut. Sambutan penuh tepukan tangan menghampiri. "Ada apa ini?" gumam semuanya. Terdiam. Tak mengerti. Akhirnya semua hanya dapat mengikuti alur.

Duduk. Menghadap muka. Menuruti aturan yang kami buat sendiri. Ya. Yang kami buat sendiri. Sepertinya semuanya sudah cukup panas untuk digas. Dan pimpinan berhasil mengegas kami semua. Semua melepaskan apa yang dirasakan. Emosi tumpah disana.

Entah mengapa setelah penumpahan emosi tersebut aku jadi ingin berterima kasih kepada penggeraknya alias yang aku sebut pimpinan. Mungkin kalau tidak dilakukan praktik seperti tadi, tidak akan terbuka sedikit pun mata hati kami semua. Sungguh hebat memang orang yang berpengalaman. Salut.

Terima kasih :)