Senin, 28 Januari 2013

Jahat

Jahat itu adalah ketika kamu memberikan segenap perhatianmu kepadaku, di saat yang bersamaan kita hanya sebatas teman, dan kamu tidak memperbolehkan diriku untuk menyukaimu, namun semalam kamu berkata sedang melakukan hal yang tidak aku inginkan, yaitu menggalaukan aku.

Kamis, 24 Januari 2013

Part 6

Senja yang cukup indah hari ini aku habiskan di salah satu kafe favoritku. Obrolan bersama Putra semalam masih sangat teringat jelas dalam ingatan. Semua pengakuan dia lakukan di malam itu. Mulai dari pertanyaan pertamaku semua dijawabnya dengan penuh penjelasan.

"Aku... Sebenarnya aku udah punya pacar. Dan sudah hampir 2 tahun. Maafin aku ga pernah ngasih tahu kamu, ga pernah ngabarin kamu tentang hal ini. Karena aku..."

"Karena apa Put? Kok ga dilanjutin?"

"Karena aku takut. Aku takut kita ga bisa temenan kaya dulu lagi. Dan maaf, selama ini aku menyembunyikan perasaan aku ke kamu dengan alasan yang sama. Aku ga berani bilang hal ini ke kamu karena aku ngerasa cuma aku yang merasakan perasaan lebih dari sahabat ini. Setelah aku pindah pun aku ngerasa kehilangan kamu banget. Saat itu satu-satunya orang yang bisa menghibur aku di sekolahku yang baru adalah pacar aku sekarang ini, dia yang selalu berusaha menghibur aku dan selalu nemenin aku kemanapun. Maaf aku baru bilang tentang hal ini sekarang. Aku cuma pengen kamu tahu bahwa perasaan aku ke kamu sampai saat ini ga bisa berubah."

"Kenapa Put? Kenapa kamu baru bilang sekarang? Apa gunanya kamu bilang ke aku sekarang di saat kamu masih menjadi kekasih orang lain? Kenapa kamu malah jadian sama orang yang baru kamu temui? Dan kenapa sampai sekarang kamu masih menjadi kekasihnya?"

"Aku ga bisa ninggalin dia Kon. Aku udah terlanjur dekat dengan keluarganya. Aku baru diberi tahu orang tuanya ternyata dia mengidap penyakit kanker, dan umur dia udah ga lama lagi. Orang tuanya sangat berharap aku ga ninggalin dia karena aku merupakan satu-satunya teman anak kesayangan mereka. Maafin aku Kon."

Percakapan semalam ditemani hujan yang tidak hanya membasahi halaman belakang rumahku, tetapi juga deras membasahi pipiku. Dan malam itu berakhir ketika aku lelah mengeluarkan emosiku kepada Putra lewat tangisan yang tak kunjung berhenti hingga akhirnya aku terlelap di dalam pelukan Putra.

"Kon, kamu dengerin aku kan?" sapaan Mike membuyarkan lamunanku dan membuatku tersadar bahwa aku ke kafe ini bersama Mike.

"Eh iya Mike, terusin aja ceritanya. Aku dengerin kok," terpaksa berbohong agar Mike tidak menanyakan apa yang sedang kupikirkan.

"Iya Kon, jadi gimana? Kamu mau jadi pacar aku?"

 What?! 

Senin, 21 Januari 2013

Hanya Celoteh dan Harapan

"Dek, pacarnya siapa?"

"Pacar? Ga ada lah."

"Loh kok ga ada? Kalo sekarang ga ada, kapan mau nikah?"

"......."

Obrolan ter-epic sama Mama seumur hidup. Tiba-tiba ditanya pacarnya siapa, padahal dulu mah boro-boro dibolehin punya temen deket cowo. Ini semua gara-gara sebentar lagi saya menginjak 20 tahun, mungkin usia yang sudah cukup layak punya pacar bagi Mama. Penyebab lainnya adalah sepertinya Mama takut aku males nyari jodoh. Mom, plis deh, bahkan anakmu ini pengen segera nikah kalo udah punya calon suami yang tampan, mapan, dan beriman. 

Nasihat lainnya dari Mama yang menurutku tidak kalah epic dengan obrolan yang di atas:
"Adek, jangan ngasih harapan ke banyak orang, masa anak Mama nanti jadi sedih terus gara-gara bingung mau milih yang mana."
(padahal anaknya yang sering dikasih harapan palsu dan sering dibilang butiran debu sama temen-temennya. Eh yang butiran debu itu ga (terlalu) bener loh! Semua untaian kata yang diciptakan olehku dalam bentuk tulisan tidak sepenuhnya terjadi dalam kehidupanku yang sebenarnya).

Atau omongan yang satu ini yang sering membebani pikiran:
"Adek kapan mau bikin skripsi? Belajarnya yang bener dong biar sksnya selesai langsung bikin skripsi. Jangan kebanyakan main."
Saking seringnya Mama nanya hal ini semakin sering pula pertanyaan ini ga kujawab. Pertama, masih ada mata kuliah yang belum lulus. Kedua, bertahan hidup di jurusan ini butuh ekstra kesabaran, serta pertahanan mental yang cukup tinggi. Ketiga, aku masih mau menikmati kehidupan menyenangkan saat kuliah.

Entah mengapa tuntutan terakhir yang paling berat kujalani. Mungkin karena menjalaninya jarang pake hati hahahaha. Semoga saja di sisa semester yang tinggal sedikit ini semakin lancar, sukses, dan seimbang untuk buku, pesta, dan cintaku!

Minggu, 20 Januari 2013

Part 5

"Sudah lama ya kita ga ngobrol bareng disini," Putra membuka awal keheningan yang memerangkap kita berdua.

Disini, gazebo di halaman belakang rumahku, merupakan tempat favorit aku dan Putra setiap kali Putra main ke rumahku. Hanya sekedar ngobrol panjang ngalor-ngidul dihiasi tawa dan rasa bahagia yang kami lakukan disini. Semenjak Putra pindah, aku hampir selalu mendatangi tempat ini, hanya untuk melamun, mendengarkan musik, atau membaca novel. Terlanjur nyaman tapi tetap merasa sepi karena tidak ada Putra yang menemani.

"Kon?" sapa Putra kembali sembari menoleh menghadapku karena aku tidak merespon kata-katanya, tenggelam dalam nostalgia dengannya.

"Eh, iya Put?" gelagapku salah tingkah.

"Hahaha, kamu kenapa? Kok bengong gitu? Ga suka ya ada aku disini?" tanya Putra sambil memperlihatkan muka sedihnya yang selalu terlihat menggemaskan di hadapanku.

"Ngga kok Put, aku seneng banget bisa ketemu kamu lagi. Aku juga sering banget duduk di gazebo ini sendirian sambil berharap kamu bisa nemenin aku. Dan hari ini doaku terkabul," ucapku seiring tersenyum.

Entah mengapa bukanlah wajah ceria Putra yang kudapatkan, bahkan kegusaran timbul di wajahnya.

"Put, kamu kenapa?" aku mulai khawatir dengan perubahan rona wajahnya yang mulai memucat.

"Eng, aku gapapa kok," jawab Putra sembari menggelengkan kepalanya.

"Sudah hampir 3 tahun ya kita ga ketemu, pasti ada banyak cerita deh dari kamu," berusaha mengusir perkataan Reyna semalam, namun malah semakin terngiang jelas dalam pikiran untuk menanyakan banyak hal pada Putra.

"Biasa aja kok Kon, kan aku pindah masih di Jakarta juga, pasti ga jauh beda sama kehidupan kamu disini. Aneh ya masih sama-sama tinggal di Jakarta tapi kita ga pernah ketemu," kata-kata tersebut meluncur dengan lancar dari mulut Putra sedangkan entah mengapa perasaanku mulai tidak enak.

"Mungkin kamu yang tidak berusaha untuk menghubungiku."

Dengan wajah menyiratkan rasa bersalah Putra menjawab, "Maafin aku ga ngasih tahu nomer baru aku ke kamu, karena aku juga bingung gimana caranya tahu nomer kamu sedangkan semua nomer yang aku punya hilang."

"Bunda punya nomer aku, bahkan nomer telepon rumah juga pasti Bunda ada kan?" pertanyaanku hanya dijawab oleh angin dan Putra yang tertunduk. Hening pun kembali meliputi.

"Kamu sudah punya pacar?" pertanyaan tersebut akhirnya terlontarkan seketika dan hati mulai gelisah menunggu jawabannya.

Putra memandangku dengan tatapan yang cukup tajam hingga rasanya mengiris hatiku, "Kenapa kamu menanyakan hal itu?"

"Apakah itu pertanyaan yang aneh untuk ditanyakan pada anak seumuran kita?" tanyaku membalas pertanyaan Putra.

"Aku..."

Kamis, 17 Januari 2013

Menempatkan Diri di Posisi yang Sulit

Saat ini aku tidak tahu apa posisiku di dalam pikiranmu. Temankah? Sahabatkah? Atau adik? Seandainya memang termasuk ke dalam salah satunya aku harap bukan dianggap adik. Mengapa? Karena hubungan persaudaraan tidak bisa disatukan :p

Hahaha, padahal sudah kau bilang aku tidak boleh lagi menaruh hati padamu. Tapi sekeras apapun hati ini mengurung perasaan yang tidak kau inginkan, semakin sulit untuk bersikap wajar di kala kau menghampiri.

Lalu semalam aku mulai lagi bermain api. Menanyakan sesuatu pada seseorang yang dulu pernah berarti untukmu. Dan tahukah kau? Dia masih merasakan hal yang sama untukmu. Sedikit menyesal telah bertanya karena telah membuat hati ini bergejolak dan pikiran uring-uringan setiap mendapat "serangan" balik darinya. Mencoba menganggap biasa saja dengan segala pertanyaan yang dilontarkan, dan mencoba menempatkan diri dari sudut pandang orang ketiga, yang tidak terlibat apa pun dengan kalian.

Namun sekarang aku sudah jauh terlibat dalam jalinan benang kusut yang kau mainkan. Ingin mencari jalan keluar namun kau selalu tidak memberikan jalan keluar yang tepat untukku. Lalu, aku harus bagaimana? Bisakah kau menjawabnya?

nb: hari ini hati pusing tak terkira mengalahkan otak yang (selalu) berpikir. Kau kembali bersikap ganjil, meninggalkan aku yang selalu terkena imbas akan ketidakjelasan dirimu.

Part 4

Entah mengapa aku merasa hari ini begitu panjang. Menunggu bunyi bel pertanda sekolah telah usai rasanya seperti menunggu siput mengelilingi lapangan sepak bola. Selama di sekolah pikiranku tidak fokus, antara masih memikirkan isi pesan yang dikirimkan Zara dan kata-kata yang dilontarkan Reyna tadi malam.

Hari ini terasa semakin menyebalkan ketika aku harus meladeni Mike dengan sejuta ajakan yang dia tawarkan kepadaku. Terkadang risih juga ditempeli orang yang menyukai kita tanpa peduli perasaan orang yang bersangkutan. Dengan lelah dan sedikit emosi, aku menolak seluruh ajakan Mike. Aku hanya ingin pulang dan tidur.

"Aku pulang," kataku sesampai di rumah sembari membuka gerbang depan.

"Masuk Nak, ini ada tamu istimewa sudah datang dari jauh," Ibu menyambutku dengan penuh kegembiraan. Kulihat di depan pintu terdapat dua pasang sepatu yang tidak terlihat familier, sepasang sepatu wanita dengan hak rendah dan sepasang sneakers merah.

"Siapa Bu?" tanyaku dengan heran. Ibu tidak menjawab pertanyaanku, malah mendorongku masuk ke dalam rumah.

"Wah, cah ayu semakin ayu saja ya Jeng," suara seorang wanita paruh baya yang sudah tidak asing lagi kudengar.

Aku membelalakan mata melihat Bunda, ibu Putra, sedang duduk di ruang tamu menampilkan wajah cerahnya yang masih terlihat muda.

"Bundaaaaaaaa!" teriakku sembari menghampiri Bunda dan memeluk beliau dengan eratnya.

"Bunda apa kabar? Sama siapa Bun kesini? Sampai kapan Bunda tinggal disini? Nginep di rumah aja ya Bun, kangen banget sama Bunda," cerocosku tidak memberikan kesempatan buat Bunda untuk menjawab semua pertanyaanku.

"Neng, kasian atuh si Bunda kamu gelendotin gitu dan langsung dijejelin pertanyaan gitu sama kamu. Ke kamar dulu sana, ganti baju sekalian beberes. Ga enak atuh diliatin sama si Kasep," kata Ibu yang menyadarkanku bahwa aku baru sampai dari perjalanan yang ditemani oleh sengatan matahari dan menghasilkan peluh dimana-mana.

Tunggu sebentar... Ibu bilang ga enak sama si Kasep? Si Kasep???

Terlonjak aku langsung melepaskan pelukanku dari Bunda dan melihat sosok di sebelah pintu masuk yang tidak kusadari sudah berada disana sedari tadi. Sosok tersebut hanya tersenyum melihat tingkahku. Ya, si Kasep kata Ibu adalah Putra. Salah tingkah aku dibuatnya.

"Oh, eng... Hai Put," sedikit bengong dicampuri bingung apa yang harus dilakukan tergambar jelas di mukaku.

"Kok kamu malah bengong disitu, ayo ke kamar dulu baru nanti ngobrol-ngobrol lagi," pinta Ibu kedua kalinya.

"Iya Bu. Bun, Put aku ke kamar dulu ya," jawabku lalu menuju kamar.

Selasa, 15 Januari 2013

Momen Terindah 2012

Sudah pertengahan bulan Januari 2013 dan saya baru sempat mengetikkan rangkaian kata yang akan membentuk suatu kalimat yang akan saling melengkapi hingga berupa suatu paragraf lalu jadilah sebuah cerita. Mungkin cerita kali ini tidak akan panjang lebar dalam pendeskripsiannya namun akan tetap terkenang dalam ingatan :)

Berikut saya akan menyampaikan beberapa momen terindah di tahun 2012 kemarin. Salah satunya saya merasa bersyukur mendapatkan keluarga baru yang lahir di bulan yang sama dengan kelahiran saya, yaitu Angsana Prabala :)

Keluarga baru saya ini terdiri dari 20 orang (bahkan lebih) yang disatukan untuk menyelesaikan suatu misi. Misi budaya. Ya, kami terdiri dari sekumpulan orang yang menyukai budaya Indonesia, juga memiliki minat pada bidang seni (tari dan musik). Misi budaya yang kami emban ini bertujuan untuk mengenalkan budaya Indonesia di kancah internasional. Kebetulan kami mendapatkan kesempatan (pertama di fakultas kami) ini untuk mengikuti festival budaya yang dilaksanakan di beberapa kota di Portugal. Very excited! Tidak peduli dengan nilai akhir yang semakin menurun (walaupun sedih) namun dengan senang hati menjalankan latihan-latihan yang cukup berat karena menguras waktu (belajar dan tidur) serta tenaga.

Mungkin karena kami dipersatukan dalam kurun waktu yang tidak sebentar (latihan setiap hari bersama, jalan bersama, makan bersama, bahkan tidur bersama) menyebabkan kami begitu dekat satu sama lain dari yang awalnya tidak saling mengenal. Kemungkinan lain juga dapat dikarenakan kami disini melakukan dan menyukai hobi yang sama. Oleh karena itu, saya menganggap mereka keluarga kedua saya :D

Momen terindah di tahun 2012 selanjutnya adalah saya mendapatkan tanda tangan beberapa penulis, dan beberapa dari beberapa tersebut merupakan penulis kesukaan saya. How lovely! :D Selain mendapatkan tanda tangan di buku yang mereka tulis, saya juga berkesempatan untuk berfoto bersama mereka. Oh em ji! Momen yang tidak akan terlupa :D

Saya rasa masih banyak momen lain yang indah, tapi menurut saya yang terindah adalah kedua hal di atas. Mengapa? Analisa saya menyatakan bahwa momen-momen tersebut berhubungan dengan hal yang saya sukai sehingga mendapatkan tempat khusus di hati dan memori pikiran saya untuk dikenang sepanjang masa :)

Nb: lakukan segala sesuatu hal yang kalian sukai sepenuh hati, maka kalian tidak akan pernah menyesal, bahkan akan memberikan kepuasan yang luar biasa hingga menjadi candu :)