Rabu, 25 September 2013

Hilanglah atau Hapuskan

Melihat dirimu dari kejauhan merupakan rutinitas terbaruku saat ini. Di mana setelah kejadian "itu" hubungan kita (aku rasa) tidak akan sedekat dulu. Dimulai dari kejujuran-kejujuran yang terurai dari masing-masing individu, membuat jarak yang sudah dekat menjadi lebih jauh daripada sebelumnya.

Bukan karena aku tidak mau kita berteman seperti semula, yang tidak mengaitkan hati di dalamnya, tetapi karena keadaan membuat semakin sulit untukku menutupi perasaanku yang sebenarnya. Melihat kalian berada di dalam satu bingkai mataku sudah sangat menyakitkan. Dirimu tegak berdiri memandang pujaan hati, sedangkan hatiku teriris perih menanggung kenyataan pahit. Kita tak kan mungkin bersama.

Dan segala perbuatanmu, yang terkadang aku anggap sebagai permintaan maafmu, hanya menambah beban di hatiku. Sikapmu yang begitu baik kepadaku akan berimbas kepada perasaanku yang semakin tertahan, dan akhirnya tekanan untuk menghindarimu akan semakin besar. Lalu, kau akan memulai kembali segala perilaku baikmu terhadapku, dan siklus ini akan terus berulang.

Tidakkah kau mengasihani hatiku?

Lebih baik kau menghilang walau mustahil, atau buatlah aku dapat menghapus semua ingatan tentangmu.

Minggu, 22 September 2013

Pertanyaan yang Tak Akan Terjawab

Menyadari bahwa merindukan orang lain yang tidak merindukanmu itu adalah hal paling mengerikan untukku. Apalagi dirasakan on the lowest point saat itu.

Setiap hari rasanya hanya kangen, kangen, kangen. Tapi yang didapatkan hanya diam, diam, dan diam. Tidak ada sedikit pun obrolan yang terlontar darinya. Hanya aku di sini yang mengharapkannya.

Fase tersulit yang harus dilewati ketika telah merasakan hal ini. Berhari-hari memikirkannya tanpa dirinya yang tak memikirkanmu. Ingin melepaskan segalanya agar tidak ada lagi yang tertinggal di hati maupun pikiran tapi dirinya selalu muncul di dekatmu. Belum lagi perasaan yang timbul ketika berbagai lagu melankolis mulai berputar di telinga. Semua rasanya bekerja sama untuk meremukkan hatiku.

Akhirnya hanya akan menimbulkan pertanyaan, apa langkah terbaik yang harus kulakukan? Tetap mencintainya hingga dia mencintaiku atau meninggalkannya demi kebahagiannya?

Sabtu, 14 September 2013

Hati yang Terjajah

Seperti biasanya, ketika telah mengatakan sesuatu kepada seseorang dan membuat pandanganku kepadanya berubah, membuatku tidak biasa berada di dekatnya. Sungguh tidak mengenakkan. Ini semua karena hati telah ikut campur di dalamnya.

Rasa kasih yang masih mengalir namun pembatas juga muncul membuat kehidupan ini menjadi lebih sulit dijalani. Ingin terus saling berdampingan, namun sang pendamping menginginkan pendamping hidup yang lain.
Berat memang untuk melakoni kehidupan yang seperti ini. Pada kenyataannya memperlihatkan wajah "tidak apa-apa" tetapi hati teriris perlahan.

Hal ini juga didukung dengan kebaikan hati dari cucu-cucu Adam itu sendiri. Mereka berbuat baik karena mereka memang berperilaku demikian, namun aku, salah satu penerus Hawa, menganggap kebaikan tersebut merupakan perlakuan lebih, sehingga harapan sering kali muncul untuk menganggap bahwa itu perilaku spesial hanya untukku. Padahal kenyataannya tidak sama sekali.

Mengapa wanita sangat mudah luluh oleh perhatian? Apalagi hal itu dilakukan oleh orang yang benar-benar kita sayangi. Terkadang merasa bodoh karena memiliki sifat demikian, karena hal ini benar-benar merepotkan hati.

Lalu bagaimana caranya membedakan perhatian itu? Perhatian karena memang sudah sifat dengan perhatian karena memang ingin memperhatikan, apa bedanya? Jawaban ini sangat dibutuhkan untuk mengobati hati yang sering terjajah.

Selasa, 10 September 2013

Sakit Memang, Tapi...

Semalam, perasaanku begitu hancur berantakan. Menyadari bahwa kau telah menyukai teman baikmu saja sudah cukup mencengangkan. Ditambah teman baikmu itu curhat denganmu sedang menyukai seseorang. Lalu orang itu adalah temanmu sendiri. Kalau di kartun-kartun biasanya adegannya berlatar belakang hitam penuh garis pertanda muram dengan posisi terpuruk kemudian sanggahan tempat berpijak runtuh dan terjatuhlah kita. Benar-benar separah itu perasaanku semalam.

Tidak berhenti disitu, sebelumnya si hati telah merasakan keretakan yang membuatnya perih. Lelaki pujaan terlihat telah memiliki pujaan hati. Padahal posisinya saat itu aku dapat dekat dengannya walaupun membutuhkan proses yang panjang.

Rasanya semalam bendungan air mataku ingin jebol. Namun perasaanku sendiri mengatakan, "Umur sudah 20, apa gunanya menangisi kehidupan duniawi, apalagi hanya karena masalah hati. Ke mana dirimu yang luar biasa tegar itu?"

Serentak air mataku tertahan dan teringat akan sesuatu. Teringat perkataan seseorang yang bertanya, "Kok bisa sih?" Maksudnya adalah kok bisa sih hati telah disakiti tapi tetap bergeming. Dan akhir-akhir ini pertanyaan itu sering terucap dari beberapa relasi (tak mau bilang teman karena mungkin mereka tidak menganggapku demikian).

Pertanyaan itu selalu kujawab dengan sederhana, "Memangnya aku harus bagaimana?" Kalau pasanganku ingin menyudahi hubungannya aku harus berbuat apa? Kalau orang yang kusukai juga disukai orang lain apa yang harus kulakukan? Atau kalau orang yang kusukai ternyata menyukai temanku sendiri aku harus marah? Menangis? Atau bunuh diri?

Semua tindakan itu tidak akan menyelesaikan apa yang sudah dipicu. Lebih baik dipikirkan matang-matang dan katakan apa yang ingin dikatakan. Tidak baik memaksakan perasaan sendiri terhadap orang lain. Adanya hanya lelah yang didapat. Dan tanggapan orang-orang yang bertanya itu selalu menyambut jawabanku dengan, "Kamu hebat."

Sedikit bangga dan senang ketika tindakanku dihargai demikian. Namun, sakit hati terus terasa, dan ini akan berdampak pada perilaku sehari-hari yang tidak terlihat oleh mata orang lain. Sakit memang, tapi apa mau dikata, apa mau diperbuat. Begitulah adanya jalan hidupku.