Jumat, 21 September 2018

Tanyakan Pada Angin

Aku benci dengan firasat ini. Dimulai dari dua hari yang lalu, aku melihat foto yang kau unggah. Namun, aku tak dapat bertanya, "Mau ke mana engkau?" Firasatku mulai muncul. Seperti waktu itu.

Menepati janji dengan teman, aku mulai perjalanan hari itu. Tidak ku sangka aku melewati hotel bernama Sofyan. Tidak pernah aku tahu sebelumnya ada tempat bernama tersebut. Hatiku berdegup.

Sesampai di kafe yang ku tuju, aku menunggu temanku yang belum sampai sambil menyesap es kopi dilengkapi dengan donat hangat yang lembut. Rasanya tepat seperti yang aku inginkan.

Sembari menunggu, aku membaca buku yang tersedia sambil mendengarkan lagu yang mengalun di kafe. Adelaide Sky. Lagi-lagi kenangan terkuak. Candaku padamu. Sial, firasatku semakin tidak enak.

"Kamu di mana?"

"Sedang apa?"

Dua pertanyaan yang sebenarnya dapat menuntaskan kegelisahan diri ini. Yang seharusnya begitu mudah untuk dilontarkan. Tapi tak bisa, lantaran egoku yang menghadang, "Kalau memang ia menginginkanmu, ia akan mengatakan segalanya tanpa perlu kau bertanya lebih dulu."

Pertanyaanku: akankah ia mengatakan segalanya padaku? Kapan?

"Kau tahu sendiri jawabannya," jawab egoku.

Harus sampai kapan aku merasakan hal ini?

"Sudah berulang kali tidak hanya aku yang memperingatkan. Namun kau tetap bergeming. Hanya kau yang patut memutuskan."

Aku hanya ingin tahu kabarnya. Firasatku mulai tak enak kembali.

"Tanyakan pada angin."