Rabu, 12 November 2014

Sunyi, Sepi, Sendiri

Tidak ada yang lebih menyebalkan dari pada hari ini. Bad day. Itu bahasa kekiniannya. Puncaknya stres mungkin pengandaian lainnya.

Bagaimana tidak, hari ini diawali dengan bangun tidur yang tiba-tiba akibat mimpi buruk dan keringat sudah banjir dari ujung kepala sampai ujung kaki. Mimpi paling brengsek! (maaf kasar, ngetiknya juga masih dengan emosi yang belum stabil). Kenapa brengsek? Karena di dalam mimpi itu seperti masih ada harapan terhadap orang yang menyebabkan hati saya hancur berkeping-keping hingga jadi butiran debu tapi orang yang bersangkutan tidak dapat mengatakan yang sejujurnya. Akibatnya saya tidak bisa sepenuhnya move on untuk orang lain karena takut ditolak kemudian kehilangan teman lagi. Gila, baru kali ini urusan hati bikin trauma. Tanggung jawab tuh harusnya.

Kemudian setelah bangun tidur sebenarnya mendapatkan berita baik karena dosen ingin memberikan revisi yang sudah saya tunggu sebulan walau saya harus ambil sendiri di rumahnya. Berhubung saya belum pernah ke rumah beliau, rasanya saya ingin ditemani. Entahlah, tidak seperti saya yang biasanya. Saya mencoba menghubungi teman-teman yang mungkin bisa menemani saya pergi, tapi hasilnya nihil. Karena tidak ingin membuang banyak waktu saya berangkat bermodal GPS dan instruksi dari teman saya. Sampai di rumah beliau (setelah jalan kaki di tengah panasnya matahari dan kaki lecet di mana-mana) ternyata tidak ada seorang pun yang dititipi revisi saya di rumah itu. Bengong. Kok bisa saya disuruh ke rumahnya tapi barang yang disuruh ambil tidak ada. Jadilah saya bertolak pergi dari rumah beliau dan mengirimkan pesan bahwa di rumahnya tidak ada yang tahu mengenai revisi saya. Untung responnya cepat, beliau meminta saya balik lagi ke rumahnya karena sudah menginstruksikan orang di rumah untuk memberikan revisi saya. Akhirnya saya mendapatkan revisi saya, tapi... Kok cuma 1 bab? Kan saya ngumpulin 3 bab. Hmm... Besok harus menemui beliau lagi deh meminta kejelasan. Sampai kosan kaki saya perih semua nyaris tidak bisa menyentuh lantai saking perihnya.

Kabar menakjubkan berikutnya adalah sudah diumumkan tenggat pengumpulan skripsi. Yeiy! Pengumpulan draft pertengahan bulan depan. Ya sudahlah pupus sudah harapan saya lulus semester ini, seminar saja belum selesai tidak mungkin bisa menyelesaikan skripsi tanpa penelitian. Yang penting semester ini harus sudah seminar! (Semakin ke bawah bahasanya semakin menyenangkan, emosi sudah mulai turun. Maaf seperti berkepribadian ganda. Saya pun bingung dengan diri saya secepat itu pergolakan emosinya.)

Semua kejadian di atas yang menyebabkan saya begitu tenggelam dalam kesedihan. Ditambah lagi tidak ada yang bisa menemani saya hanya sekadar untuk menawarkan bahu sebagai tempat untuk menangis sepuasnya. Memikirkan saya harus menambah beban orang tua dengan menambah satu semester lagi bayaran dan jumlahnya tidak sedikit membuat hari ini menjadi begitu menyedihkan. Ditambah hari ini adalah hari ayah. Saya merasa gagal menjadi anak. Tidak kunjung selesai menjadi beban orang tua.

Sunyi. Sepi. Sendiri. Menangis berulang kali. Entah apa gunanya. Entah apa yang seharusnya dilakukan. Merasa begitu hancur. Dan tidak ada seorang pun yang ada di samping saya.

Datang bulan menjadi halangan saya untuk menenangkan diri dengan bersembahyang. Hanya bisa berdoa dan berdoa agar Tuhan selalu menemani dan memberikan saya kekuatan untuk menghadapi semua ini. Terus berusaha untuk berpikiran positif tapi sulit. Setiap memikirkan Tuhan dan orang tua air mata ini terus mengalir tanpa henti.

Terlalu sunyi. Terlalu sepi. Dan selalu sendiri. Semoga masih bisa berpikiran jernih dan menjejali hati dan pikiran dengan segala sesuatu hal yang positif. Tetap percaya bahwa Tuhan selalu menemani. Tetap percaya suatu hari nanti orang tua akan bahagia dan bangga melihat saya.

Tolong aku Ya Tuhan...