tag:blogger.com,1999:blog-79225568161611949042024-03-28T06:54:33.425+07:00hidup dan sayaayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.comBlogger269125tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-16728699198158996682023-12-20T12:14:00.002+07:002023-12-20T12:15:20.993+07:00Sungguh Aneh<div style="text-align: justify;">tunggu, tunggu, tunggu. sejak kapan aku mengglorifikasi para lelaki yang memperlakukan pasangannya dengan sangat manis? bukankah memang seharusnya seperti itu? malah sibuk berpikir, "di mana aku bisa mencari lelaki dengan spesifikasi tersebut?" memang sudah berapa kali dikecewakan lelaki?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">belum lagi kalau sikap manisnya terlihat dibuat-buat di mataku, pasti di dalam pikiranku ada kalimat terlintas, "nikmatilah dahulu, nanti juga bakal kecewa." <i>trust issues. </i>masalah kepercayaan. setidak percaya itu diriku terhadap perlakuan baik seorang lelaki. membuatku tersadar dan bertanya pada diriku sendiri, "seberapa dalam luka yang telah kurasakan hingga menjadi sebegini tidak percayanya ada lelaki yang memang baik hatinya?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">lucunya mantanku juga tidak banyak. dan yang termasuk dalam spesifikasi lelaki manis versiku hanya satu saja, ya walau terkadang dulu terlalu ekstrem manisnya. toh ujungnya juga berpisah, jadi sudah tidak ada manis-manisnya. sepertinya efek yang terlalu besar berperan dalam pikiranku ini adalah dari mengamati kehidupan sekitar. sekitar ini maksudnya bukan hanya lingkungan terdekat, tapi juga yang terpantau media sosialku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">terlalu banyak tahu cerita perlakuan yang mengecewakan dari para lelaki mungkin agak berdampak dengan pikiranku. padahal tidak semuanya seperti itu. hingga berujung membuatku terlalu mengglorifikasikan mereka yang sikapnya terlalu manis untuk dipikirkan akal sehat. malah semestinya aku menganggap wajar hal yang seperti itu. memang seharusnya pasangan itu saling menyayangi, bukan?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">rasanya ingin sekali memeluk luka-lukaku. maaf ya mesti merasakan sakit yang tidak disadari menjadi besar dengan sendirinya. melewati dan mengamati perlakuan yang tidak mengenakkan hati ternyata membuatku semakin menyeleksi tindak tanduk laki-laki secara tidak sadar jadi mencari yang cukup sempurna bagiku. padahal manusia tidak ada yang sempurna.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">harapanku pada diriku, semoga lekas bertemu dengan tambatan hati, yang saling menambat, dengan kemanisan masing-masing, dengan saling berupaya, bukan menyilangkan.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-17380009792656829662023-09-18T12:24:00.002+07:002023-09-18T12:24:54.472+07:00Ini Semua Tentang Mindset<div style="text-align: justify;">dua hari berturut-turut mengunjungi tempat yang memiliki kenangan tersendiri denganmu, yang pernah kusayangi, mungkin sekarang juga masih, walau tidak boleh seperti dulu. sebelum menuju hari h, otak sudah mulai memroses dengan mengirimkan sinyal perasaan tidak nyaman seperti tidak mengizinkan untuk ke sana. namun, di lain sisi aku memberikan <i>statement </i>tegas: itu hanya sebuah tempat penuh memori, mengapa tidak boleh dikunjungi lagi?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">waktu berlalu hingga sampai pada hari h. jantungku mulai kebat-kebit. <i>excited</i>? <i>anxiety</i>? <i>dunno</i>, aku tak tahu bedanya. jalani saja, pikirku. tempat tidak akan menyakiti. saat ini bila aku merasa tersakiti kembali, pelakunya hanya diriku sendiri, yang mengizinkan rasa sakit itu terus dirasakan, bukan karena menolak diobati, tapi mulai nyaman dengan rasa sakit. sungguh bukan tindakan yang sehat. tidak untuk ditiru. diriku pun sangat tidak ingin tenggelam dengan rasa sakit itu. bisa ya, kuat ya, batinku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">sampailah aku. menghabiskan waktu di sana. wajahnya jelas terpatri dalam pikiranku dua harian. menemukan kembali memori-memori yang pernah kita buat. ingatan yang menerpa bahwa kamu orang yang baik, rela menemani ke dua tempat ini walau 'ku tahu kamu tidak cukup nyaman. alih-alih marah karena kamu tidak begitu suka, tetapi kamu tetap menemaniku sampai aku merasa cukup puas. terima kasih pernah menjadi orang baik.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">legakah? tidak juga. sesak? tidak lagi dan semoga tidak akan pernah. mungkin karena aku berhasil memenuhi hatiku. berkegiatan di sana bukan untuk meratapi masa lalu, mengisinya dengan kegiatan lain, kegiatan baru yang rasanya memuaskan dua hariku. tanpamu. tanpamu aku bisa melewati hari-hariku dan mengisinya dengan kenangan indah lainnya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">dulu juga indah denganmu. anehnya sekarang bisa mendadak membuat hatiku tak karuan, ada marah dan takut di dalamnya. tidak jarang juga dibuat melamun ketika pikiranku sibuk <i>flashback</i> setiap kenangan indah kita. padahal tadinya indah, berubah hingga ingin rasanya terhapus saja momen itu dalam ingatan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">namun, aku rasa tidak akan bisa menghapus kenangan dengan dipaksakan. apalagi masa-masa denganmu. memakan ruang terlalu besar. tidak hanya di hati dan pikiran. bahkan nyaris di setiap tempat yang kulewati ada kamu tersematkan, entah hanya sekelibatan atau banyak cerita.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">biarlah. ini saatnya aku menghadapi diriku sendiri, dengan ingatan-ingatanku, yang indah-indah, yang sedih-sedih. semua ada momennya. tantanganku saat ini melewatinya dengan membuat kenangan baru. begitulah hidupku, hobinya dipenuhi tantangan. jika tidak demikian, mungkin aku akan terus merasa tempat-tempat bermemori ini akan menjadi tempat sakral yang tidak boleh dikunjungi, yang hanya akan membuat hatiku terus-terusan merasa sakit, tidak berusaha untuk menyembuhkan. padahal tempat itu tidak salah apa-apa. yang salah adalah aku. pikiranku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">pikiranku yang memberikan tanda positif negatif pada setiap kejadian. padahal dinetralkan saja juga bisa. itulah yang sedang kucoba. menetralkan segala pikiran yang mengganggu, tidak dilabeli dengan kenegatifan. semoga aku selalu berhasil melakukannya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">jadi, ini semua tentang <i>mindset</i>.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-33115385405207232542023-07-30T01:57:00.003+07:002023-07-30T02:00:01.361+07:00It's been a While<div style="text-align: justify;">it's been a while. even more than a year. ternyata memiliki alasan tidak ingin kembali bersama tidaklah menghapus rasa pernah dan masih ingin memiliki di dalam hati ini. berat. berat sekali rasanya ketika melakukan kegiatan yang kusukai diiringi dengan pikiran, "dia juga pasti suka," atau, "coba bisa ke sini dengannya," atau pikiran lainnya yang mengandung unsur -nya atau dia.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">rasanya ingin bertukar cerita dengan diriku di masa lalu. ingin bertanya bagaimana caranya bisa <i>move on </i>dengan mudahnya, walau berpisah di saat masih sayang. sungguh lupa mengapa bisa demikian diriku yang dulu, sedangkan sekarang begitu sulit.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">hanya bisa berdoa, semoga hati ini segera menemukan obat penawarnya agar tidak sibuk terombang-ambing pikiran sendiri. aamiin.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-38846021079093029912023-04-18T03:26:00.002+07:002023-04-18T03:28:10.724+07:00They Said We Belong Together<div style="text-align: justify;">they said we belong together, because as far as we go, kita pasti akan kembali saling mencari. aku tidak akan mentah-mentah menentang itu. aku akui saat ini mungkin benar, tapi tidak bisa atau belum tentu dengan nanti.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">mengapa?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">mengapa tidak bisa menerimamu seutuhnya?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">pikir saja. kamu mudah datang dan pergi. datang ketika kamu membutuhkan hadirku, lalu sudah. jarang ada tindak lanjutnya. belum lagi ketika aku membutuhkanmu, apa tindakanmu?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">tidak selalu kamu menolak ajakan bertemuku. tapi pada setiap "penolakan" yg lebih sering tanpa jawaban itu selalu tanpa diusahakan terlebih dahulu. seperti aku memang bukan prioritasmu. padahal kalau sudah berkomitmen mestinya pasanganmu ini menjadi salah satu prioritas teratasmu, bukan?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">kita selalu berselisih tentang ini. entah sudah berapa kali. bayangkan bila terus berlanjut ketika kita memutuskan untuk mengikat hubungan ini. sesesak apa kamu mesti harus bersamaku? bukankah semakin ingin mencari jalan untuk menjauh dariku?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">kalau memang we belong together as a friend, please don't do something special for me. don't ever mention our memories when we were together. it's so hard for me to let go. i'm not a strong woman as you think.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">so, please go. just go. don't ever try to meet me in private.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">satu hal yg bisa membuatku bisa menerimamu adalah dengan kamu berubah. tapi bagaimanapun manusia tidak akan berubah, kecuali kemauan dirinya sendiri. begitulah kesimpulannya. hingga saat ini.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-51757719304072195482023-01-01T13:58:00.002+07:002023-01-01T14:00:21.671+07:00Terima Kasih 2022<div style="text-align: justify;">aku tidak memulai tulisan di 2023 ini dengan resolusi, tapi dengan ceritaku di 2022. banyak rasanya yang ingin diungkapkan tentang 2022. kusadari di 2022 ini aku banyak memeluk diri sendiri dan menguatkan diri bahwa <i>everything is gonna be alright. and yeah,</i> aku masih bertahan hingga akhir 2022. alhamdulillah. memang ada apa di 2022?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">satu hal yang pasti aku pahami tentang diriku adalah aku masih tidak kuat mengalami perpisahan. bagaimanapun perpisahannya. pasti akan membutuhkan banyak waktu untuk pulih dan kembali seperti biasa. padahal kata salah satu temanku, aku itu tipe orang yang mudah <i>move on. </i>aku akui, mungkin yang terlihat demikian, tapi di dalam hati dan pikiranku tidak semudah itu. dimulai dari ditinggal kekasih, ditinggal rekan kerja terdekat, berpisah dengan <i>best team</i> selama kerja, dijauhi sahabat karena sudah memiliki pujaan hati, sampai sahabat yang harus pindah domisili karena pekerjaan. mari kita <i>breakdown</i> satu per satu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">kekasih. dibahas singkat saja ya hahaha. duh, enak sekali kalau sudah mendapatkan alasan ikhlas untuk diri sendiri di penghujung tahun, jadi melihat kenangan yang tertinggal di galeri foto pun menjadi hal biasa. terima kasih lo masnya! alasannya apa kok udah ikhlas? hmm... ada deh, hahahaha! tapi sebelumnya aku tak begini. hampir tiap bulan pasti ada sahabatku yang marah-marah karena aku masih berharap ada itikad baik darinya dan perubahan dalam dirinya. sampai ada juga yang biasa saja mendengar keluhanku karena tau juga apapun yang terjadi aku sudah tau segala konsekuensinya, jadi mereka membiarkanku dengan perasaanku sampai tuntas. memikirkan diri sendiri bisa tanpanya seperti sebelum bersama itu super sulit, ya kan rekan-rekan patah hati di 2022? aku takkan memberikan tips bagaimana bisa lega pada akhirnya, karena memang waktu yang akan menjawab. dan membuat pendirian setinggi mungkin, jangan sampai dihancurkan pertahanannya oleh diri sendiri. susah banget, pasti! tapi di umur segini, di mana mulai lebih sering terdengar berita perceraian, tidak hanya dari media sosial tetapi juga pertemanan sendiri, membuat <i>terms & condition </i>untuk pasangan sehidup semati sangat diperlukan demi kewarasan. karena menjalankan hidup dengan waras menurutku adalah sumber kebahagiaan. itulah yang kupegang teguh dan kujalani. berat memang, apalagi teman-teman sejawat banyak yang menunjukkan kebahagiaan dengan pasangan masing-masing, keluarga barunya masing-masing, <i>it's okay. you don't know what happened behind the scene, right? </i>hahahahahahahaha. loh jadi panjang, padahal mau singkat. kalau penasaran seberapa sayangnya diriku dahulu dengannya, baca saja tulisan galau di blog ini.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">rekan kerja. ga mudah mendapatkan pekerjaan yang paket komplet: gaji cukup, rekan kerja yang baik, mental sehat. bekerja era covid itu memicu mental sekali. ga sekali dua kali aku bertindak hampir gila gara-gara covid. perkara pandemi, banyak hal baru yang mesti dicoba. tekanannya makin amburadul. dan pekerjaannya tidak bisa wfh. stres parah bisa dibilang, tapi ga cukup waktu (dan uang) untuk memeriksakan diri ke tenaga kesehatan. bersyukurnya, penghasilan masih sangat bisa dibilang cukup. satu hal lagi, rekan kerja yang solid. melewati dua tahun pandemi bersama sudah dapat kunyatakan aku sayang banget sama timku ini. ya gimana, nyaris 24/7 mereka yang kutemui, lebih banyak waktu dihabiskan bersama mereka dibanding bersama keluarga. susah, senang, sedih, marah, tawa menjadi makanan sehari-hari bersama mereka. tak heran aku merasa sedekat itu dengan mereka. makanya sedih ketika harus berpisah, apalagi tiba-tiba. salah satu rekan kerja terbaik resign. walaupun kita sudah berencana resign bersama. tapi ketika terjadi rasanya masih sulit menerima. masalahnya... ya begitulah. rumit. bahkan otakku semrawut. istilahnya, yang membuatku bertahan di sini dibuat pergi. terus aku gimana? ya ga gimana-gimana, tetap kerja dengan ketimpangan. semakin banyak hari kulalui dengan mengeluh hahahaha, dasar manusia. kok ga jadi ikutan resign? karena masih butuh UANG nih hahahahaha. alasan lainnya, ga tega meninggalkan tanggung jawab ke yang lainnya. karena sudah sedekat itu tadi. masih ada pikiran, nanti sajalah pas sudah ada gantinya biar enak serah terima pekerjaannya, ga saling memberatkan ke yang lain. nyatanya di akhir juga aku tak sempat melakukannya karena oh karena. begitulah hidup, terkadang tidak seperti yang direncanakan. tapi aku tetap menyelesaikan kontrak. berpisah dengan <i>best team. </i>iya dong <i>best team. </i>melewati masa berat bersama, sampai akhirnya bisa berkomunikasi hanya dengan tatapan mata saja. <i>the power of </i>maskeran ga sih, kelamaan yang dilihat mata doang hahahaha. sedihnya ada banget. berpikir bisakah kerja tanpa mereka ini. mesti bisa! sudah cukup pengalaman kami bersama. saatnya saling berjuang dengan jalan masing-masing. masih banyak yang ingin dicapai, tidak mesti bersama-sama. ya kan, bisa kan <i>team? see you on top, guys! </i>aku sangat bersyukur dikontrak bareng kalian. <i>well, sometimes it such a mess, but still... i can't survive without you, guysss! thank you very much.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br /></i></div><div style="text-align: justify;">sahabat. ga mungkin ga ada yang sedih kalau ditinggal sahabat apa pun alasannya, apalagi yang <i>one call away.</i> bukan pertama kali juga berjarak dengan sahabat karena mereka menikah. tapi tetap ya rasanya berbeda. dari yang pergi jauh bareng, tau-tau ga bertukar kabar karena menjalin kasih dan berujung memberikan undangan. ada kesan kosong di pertengahan hubungan persahabatan ini. apa boleh buat, mungkin memang bukan prioritas. bersyukur saja masih diberi undangan, tandanya masih diingat, cukup berarti. cerita lainnya tiba-tiba ditinggal jauh perkara mutasi kerja. bukan kali pertama juga yang seperti ini. tapi ini benar-benar terasa bedanya. sepinya. <i>circle </i>ini soalnya yang paling terasa dari pergi ramai-ramai sampai akhirnya mesti tinggal berdua saja ke mana-mana. skenario Tuhan agar manusia bertumbuh itu beragam sekali. kita sebagai manusia dihadapkan dengan keadaan yang berubah. pilihannya apakah kita tetap bertahan di sana menerima perubahan atau berubah juga demi mencari yang lebih nyaman di hati. ujung-ujungnya wanita akan tetap berpikir dengan hati, karena ini yang menulis wanita hahahaha. <i>but still, wherever they are, i'll be there for them.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br /></i></div><div style="text-align: justify;">begitulah 2022 'ku. penuh dengan perpisahan. namun, banyak juga indahnya, seperti menonton konser-konser favorit (YESSSS, EPIK HIGH, PESTAPORA, THE SCRIPT!!!), dan mengunjungi tempat-tempat baru yang sama sekali tidak terpikir akan menjelajahinya. jiwa <i>adventurer </i>si aries ini setidaknya terpenuhi dan cukup <i>balance </i>di tahun 2022.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">terima kasih 2022 atas tawa suka ria pun sedih duka nestapa. 2022 terasa singkat, realitanya banyak sekali yang terjadi dan terasa padat sehingga tidak terasa 2023 sudah tiba. semoga di 2023 siap menerima berbagai kejutan kehidupan namun dilimpahi banyak kebahagiaan. aamiin.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">ASTAGA 3,5 BULAN LAGI MENUJU 3.0!!!</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-52620823739906144202022-11-17T00:56:00.002+07:002022-11-17T01:02:33.739+07:00Masih<div style="text-align: justify;">23.39</div><div style="text-align: justify;">...</div><div style="text-align: justify;">..</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;">x: hai</div><div style="text-align: justify;">y: eh, hai juga. belum tidur?</div><div style="text-align: justify;">x: (gawat... dibalas...) iya nih, belum. kamu baru sampe?</div><div style="text-align: justify;">y: ga juga sih, sekitar 20 menitan yg lalu sampe kosan</div><div style="text-align: justify;">x: oh yaudah deh. bebersih dulu sana biar bisa langsung istirahat</div><div style="text-align: justify;">y: udah kok, ini baru aja duduk di kasur, abis mandi. ada apa, Zee?</div><div style="text-align: justify;">Zee: (mampus gue...) gapapa kok, met istirahat ya!</div><div style="text-align: justify;">y: is there anything you wanna ask?</div><div style="text-align: justify;">Zee: ... tadi lihat tweet kamu aja, tumben kamu lembur. dan sepertinya lelah sekali</div><div style="text-align: justify;">y: yeah, ngerjain kerjaan orang. you know, i really hate that. mestinya bukan tanggung jawab aku, tapi yg bersangkutan malah holiday dan setengahnya aja belum dia kerjain. sinting tuh orang!</div><div style="text-align: justify;">Zee: calm down, Teev. i think you need a cup of hot choco hehe</div><div style="text-align: justify;">y: haha! i think so. but, i don't have it right now. ga kaya kamu yg koleksi berbagai jenis merek</div><div style="text-align: justify;">Zee: ga usah komen ya kalo kamu juga doyan, Tevaz!</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: haha, sorry. i didn't mean that</div><div style="text-align: justify;">Zee: it's okay, Teev. just kidding too, haha</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: it's been a while since i've heard -i mean read- that</div><div style="text-align: justify;">Zee: sorry?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: Teev. no one call me like that. except you</div><div style="text-align: justify;">Zee: ah, maaf kalau kamu ga suka (bodoh sekali Anda, Zee!)</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: gapapa kok. tapi...</div><div style="text-align: justify;">Zee: tapi apa?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: tapi maaf kalau aku jadi sedikit kangen</div><div style="text-align: justify;">Zee: oh... wajar. it's been a while, like what you said before</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: yeah, it's been a while. ga berasa udah mau setahun ya kita ga ngobrol begini</div><div style="text-align: justify;">Zee: setahun ya? selama itukah?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: makasih ya, Zee</div><div style="text-align: justify;">Zee: atas?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: kamu mau chat aku lagi. aku pikir kamu ga akan pernah maafin aku</div><div style="text-align: justify;">Zee: boleh ga usah dibahas?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: oh, sorry. yg penting aku mau ucapin makasih ke kamu, dan aku happy</div><div style="text-align: justify;">Zee: happy karena apa?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: entah. kamu tau kan tadi aku capek banget? lembur ngerjain yg bukan kerjaan aku. tapi capeknya ilang setelah liat notif ada chat dari kamu</div><div style="text-align: justify;">Zee: jangan ngawur deh</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: serius! aku pikir kesempatan ini udah ga bakal kudapatkan lagi</div><div style="text-align: justify;">Zee: udah ya, Teev. mending kamu tidur aja sekarang</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: no. i know kamu mau bilang sesuatu. i know you, Zee</div><div style="text-align: justify;">Zee: no. nothing. sori udah ganggu</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: Zee... please, aku tau kamu. tapi kalau kamu sudah merasa lebih baik dengan percakapan ini, aku ga bisa maksa kamu</div><div style="text-align: justify;">Zee: can i ask you one question?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: waktu dan tempat dipersilakan</div><div style="text-align: justify;">Zee: ...</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: ...</div><div style="text-align: justify;">Zee: do you still with her?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: Zee?</div><div style="text-align: justify;">Zee: just answer it, Teev. please. you wanna make me feeling better, right?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: ...</div><div style="text-align: justify;">Zee: it's okay, Teev. spill it</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: is it really make you feeling better if i answer it "still"?</div><div style="text-align: justify;">Zee: so much better! thank you for the answer</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: i'm sorry...</div><div style="text-align: justify;">Zee: for what?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: dunno</div><div style="text-align: justify;">Zee: hei Teev, i'm okay. don't feeling guilty. kalau kamu ga mau merasa bersalah, cukup dengan kamu baik-baik ya sama dia</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: ...</div><div style="text-align: justify;">Zee: aku ga mau dia ngerasain sakit yg aku rasa. aku cuma mau mastiin itu. karena di dalam hatiku kamu tetap orang baik, Teev. selesaikan satu per satu, okay?</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: kamu tau kabar dari mana?</div><div style="text-align: justify;">Zee: kamu ga perlu tau aku dapat kabar dari mana. take care, Teev. selamat istirahat!</div><div style="text-align: justify;">Tevaz: sorry, Zee...</div><div style="text-align: justify;">Zee: don't mention it. good night!</div><div style="text-align: justify;">...</div><div style="text-align: justify;">..</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;">22.52</div><div style="text-align: justify;">?: "hai Zee!"</div><div style="text-align: justify;">Zee: "eh, baru pulang, Sher?"</div><div style="text-align: justify;">Shera: "iya nih, abis lembur. capek banget. untung banget ada yg mau nemenin."</div><div style="text-align: justify;">Zee: "syukur deh. ini tadi dianter juga?"</div><div style="text-align: justify;">Shera: "iya, hehehehehe."</div><div style="text-align: justify;">Zee: "wah, siapa nih? kok kamu seneng banget gitu? bagi-bagi dong senengnya"</div><div style="text-align: justify;">Shera: "senior aku di kantor. aku kan baru di situ, tapi dia dari awal sabar banget ngajarin aku. eh beberapa hari yang lalu aku disuruh pindah divisi, gantiin posisi yang lagi cuti hamil. katanya disuruh siap-siap gantiin aja, soalnya rencananya ibu ini mau resign setelah cuti. tapi kok ya tiba-tiba banyak banget deadline dadakannya... aku jadi pulang telat terus. tapi si mas ini selalu nungguin aku. katanya dia merasa bersalah aku jadi repot gini. padahal kan bukan karena dia juga. dan dia suka ikut bantuin ngerjain laporan aku. baik banget kan, Zee? mana cakep pula Mas T ini. kan aku jadi salting ya kalau kaya gini terus."</div><div style="text-align: justify;">Zee: "haha, kamu manggil dia pake inisial banget?"</div><div style="text-align: justify;">Shera: "ngga kok, orang kantor juga manggil dia Mas T. soalnya nama dia susah banget. kamu mau liat orangnya ga?" (menyodorkan hp)</div><div style="text-align: justify;">Zee: "Sher, kamu kerja di perusahaan X? Bukannya di perusahaan Y?"</div><div style="text-align: justify;">Shera: "aku udah pindah dari perusahaan Y. cuma sebulan. kok kamu tau aku di perusahaan X? padahal ini foto abis makan bareng-bareng sekantor di resto loh. atau aku udah sempet cerita ya? kayanya aku baru liat kamu lagi deh di kosan semenjak kamu berangkat short course 3 bulan lalu."</div><div style="text-align: justify;">Zee: "oh, ngga. soalnya kan itu resto sebelah perusahaan X, aku pikir jauh banget kalau dari perusahaan Y makannya di situ."</div><div style="text-align: justify;">Shera: "loh kamu tau restonya? enak banget ya makanan di sana!"</div><div style="text-align: justify;">Zee: "hehehe iya, sempat beberapa kali ke sana. kalau kamu ke sana lagi sama Mas T, cobain hot choco-nya ya. beda dari restoran lain."</div><div style="text-align: justify;">Shera: "Zee dan hot choco tidak terpisahkan ya."</div><div style="text-align: justify;">Zee: "hehehe. yaudah kamu istirahat dulu sana, jangan lupa kabarin Mas Tevaz sebelum tidur."</div><div style="text-align: justify;">Shera: "oke, aku ke kamar ya. good night, Zee!"</div><div style="text-align: justify;">Zee: "nite, Sher!"</div><div style="text-align: justify;">Shera: "eh... Zee! yah, udah keburu masuk kamar deh... emang tadi aku nyebut ya namanya Mas T itu Tevaz? duh, kok aku lupaan gini sih. beneran butuh istirahat kayanya..."</div><div style="text-align: justify;">...</div><div style="text-align: justify;">..</div><div style="text-align: justify;">.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-54142577004237942062022-11-10T18:11:00.002+07:002022-11-10T18:13:11.642+07:00Membandingkan<div style="text-align: justify;">kamu ingat tidak, ketika kamu menjemputku membawaku berkeliling di selatan jakarta, dengan motor tuamu. kamu berkata, "ya pengen aja lewat sini sama kamu. kan belum pernah kalo sama kamu," yang aku anggap hanya rayuan belaka karena saat itu sedang di masa aku harus bisa melepasmu. semenjak itu, selatan jakarta tak lagi sama setiap kulalui.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">dengannya, aku tak pernah ke selatan jakarta. "aku tak tau area sana. terlalu padat," katanya. dengannya aku mengenal sisi lain jakarta. namun, mengapa tak segemerlap selatan bersamamu?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">denganmu, kamu selalu berkata, "yuk, pulang," setiap waktu belum menunjukkan pukul 21.00. awalnya kupikir sangat manis. kamu masih mengingat aturan mama papaku agar tidak pulang larut. tapi lama-kelamaan aku berpikir, apakah itu karena kamu tak nyaman bersamaku?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">dengannya, aku selalu bertanya pukul berapa ingin pulang. "nanti ya. nanti pasti aku antar." selalu kami pulang lewat dari pukul 21.00, tapi ditutup dengan "terima kasih ya sudah mau menemani." terasa jauh lebih hangat. namun, mengapa masih kamu yang terbayang mengingatkan untuk pulang sebelum larut?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">aneh, ya. benar kata orang, akan baru terasa ketika sudah tidak bersama. namun, sebenarnya aku tidak tau bedanya ketika kita masih bersama. kamu antara ada dan tiada. sampai detik ini juga sama. hanya membuatku menumpuk banyak pertanyaan yang tidak tau apa jawabannya. berusaha mengalihkan, ternyata percuma. akan selalu membandingkan. perbandingan yang sebenarnya hanya memperjelas inginku. ya, inginku hanya kamu.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-30607824633005887992022-10-01T06:32:00.003+07:002022-10-01T06:36:31.879+07:00Pikiran di Pagi Buta<div style="text-align: justify;">beberapa kali dengerin cerita mentemen cowo yg lagi bermasalah dalam love life-nya, entah kenapa w selalu bertanya kepada mereka, "kenapa ya kalian (cowo) kalo lagi ada masalah (dengan pasangan) malah menghindar?" jujur aja ini pertanyaan saya pribadi juga wakakakak, kehidupan romansaku juga tak jauh-jauh dari hal itu 🥲</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">and the answered is, "karena menurut kita itu bakal hanya memberikan masalah baru."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">well, paham banget isi kepala kita sendiri itu bisa berpikiran macam-macam, sampai yang kita ga mau pikirin juga bakal kepikiran. tapi kalau menghindar terus apakah akan menyelesaikan masalah? yang ada bukannya malah menjadi minim komunikasi dan berefek kesalahpahaman?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">entahlah, mungkin emang w cewe pendendam wakakakakak. tiap lagi ada masalah w sering kali ga bisa diem doang. dan semakin ke sini w semakin berani mengemukakan isi kepala w, dengan sudah meminimalisir emosinya terlebih dahulu, walaupun terkadang kata-katanya tetep ada yang menyakitkan, wekekekek sorry suka kelepasan dan mikir "lo juga mesti ngerasain apa yg gue rasa."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">mungkin para lelaki ini melihatnya kita nge-push banget kali ya? padahal mah ga juga. kita penasaran doang kenapa kalian ina ini itu, ya ga sih? kalo dijelasin mungkin memang masalahnya ga bakal langsung selesai, pasti ada argumen masing-masing. cuma ya setidaknya kan jadi tau kalau yg kalian pikirkan ini A, bisa jadi kita B, dan mungkin kalau dibicarakan kita malah sepakat jadi C.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">atau kalau memang tidak ada yg mau saling mengalah, bisa juga dengan set your boundaries. X tidak suka kalau Y sudah sampai tahap blablabla, begitu juga sebaliknya. kalau masing-masing ga bisa menerima, ya sudah belum jodohnya. kalo ga mau pisah, yaudah telen aja itu sikap dan sifat seumur hidup kalo KUAT. dan perlu diingat konsekuensinya bila sedang di titik tidak merasa sekuat itu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">tulisan macam apa ini pagi-pagi buta 😂 maap maap. i need to release it. daripada berlarian dalam kepala sendiri. balik lagi, jadi minim komunikasi dan tidak ada solusi. sekian. terima kasih loh yang menghabiskan waktu membaca sampai habis.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-33909805352074003872022-08-27T10:26:00.001+07:002022-08-27T10:57:10.570+07:00Semesta Sebercanda Itu<div style="text-align: justify;">hai, tuhan.</div><div style="text-align: justify;">maaf jika aku terkesan lancang. karena sepertinya aku sudah mulai putus asa dengan apa yang semesta lakukan padaku. dan hal ini tidak hanya terjadi sekali. tapi hari ini yang sangat sukar dipercaya dapat terjadi.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">engkau tau bagaimana sulitnya aku untuk tidak mencari tau kabarnya. sampai akhirnya aku berjanji padamu, dengan segala rayuanku, demi mendapatkan yang jauh lebih baik darinya. jempolku akhirnya urung mencari akunnya di media sosial. karena aku sudah berikrar padamu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">tanpa banyak berpikir, kujalani saja hari ini. menyingkirkan rasa rindu yang kurasa tak perlu dirasa lagi. agar tak banyak melamun, kupilih moda transportasi yang membuatku cepat sampai tujuan, walau harus menguras kocekku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">tau apa yang terjadi? di perjalanan itu, aku mendengar suaranya. nyata. bukan rekaman. asli keluar dari mulutnya. memanggil namaku. kencang. dan lantang. dua suku kata namaku disebut, tapi yang terdengar seolah-olah "aku ada di sini baik-baik saja loh, tidak perlu kau cari".</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">kau tau apa yang kulakukan, tuhan? bahkan alisku tidak berkedut sedikitpun. mataku berkedip selayaknya interval biasanya. aku benar-benar biasa saja. tapi dalam hatiku muncul pertanyaan besar, "apa sebenarnya yang harus aku rasakan terhadap kejadian tadi, tuhan? kenapa aku tidak tau harus berperasaan seperti apa?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">harusnya aku senang bisa melihatnya secara nyata. tapi hati kecilku berkata, jika ia bisa memanggil selantang itu, mengapa tidak mengajak berjumpa saja? mestinya ada sedikit rasa kaget. tapi tidak juga, karena kejadian yang secepat cahaya itu hingga aku tidak bisa membantu proses dalam otakku lebih cepat. telanjur berpikir "apa itu tadi? aku harus bereaksi seperti apa?". mestinya marah, karena bisa-bisanya ia memanggil namaku selantang itu sebelum ia minta maaf di depan mataku. tapi apa yang kuharapkan dari pertemuan sekedipan mata itu? bahkan tidak memungkinkan untuk membalas sapaannya. ataukah harus merasa sedih karena pertemuan sekejap saja? tapi mestinya bisa diatur kapanpun pertemuan itu bila ia sudah merasa siap.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">sebingung itu diriku hanya untuk memilih apa yang harus kurasakan terhadap kejadian sepersekian detik itu. dan pertanyaan ini kutujukan padamu, tuhan, bukan padanya. apa sebenarnya yang kau rencanakan di balik ini, wahai tuhan? sampai berapa lama lagi aku harus membatasi rasa ini? atau sampai kapan aku harus membiasakan diri menjadi diriku sendiri tanpa pedulikan siapapun.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">kumohon tuhan, berikanlah aku jawaban. kamu paling tau apa yang aku inginkan. jika memang ingin bermain-main dengan semesta, kumohon dengan sangat jangan dibuat lebih lama. segera tunjukkan jawaban terbaik dari segala pertanyaan. sebab aku belum tentu sanggup bila semesta tiba-tiba bisa sebercanda itu.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-8228274998928994122022-08-09T18:05:00.003+07:002022-08-09T18:07:46.846+07:00Royal Enfield<div style="text-align: justify;">Dulu, setiap aku lihat Royal Enfield,</div><div style="text-align: justify;">"Kapan ya aku bisa dibonceng orang naik itu?" dengan mata berbinar penuh harap.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sekarang, setiap aku lihat Royal Enfield, yang kuingat percakapan kita;</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">aku: Kamu mau ga punya itu? (tanganku menunjuk Royal Enfield yang mendahului kita)</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">kamu: Ngga. Ngapain. Banyak yang punya. Lagian sayang, mending uangnya buat beli mobil <i>second, </i>sama beli motor 2, yang kaya gini (merujuk ke motor tuamu), dan yang buat dipakai sehari-hari. 'Kan keren ga ada yang nyamain kalau naik motor kaya gini.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Aku hanya bisa tersenyum mendengar jawaban kamu, kala itu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sekarang, aku tersenyum mengingat kenangan itu. Dan masih penuh tanya apakah ada kesempatan bagi kita kembali berbincang, tidak hanya untuk merajut kenangan, tetapi menjalin kembali apa yang pernah usai.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-58694738876304413882022-06-13T21:47:00.001+07:002022-06-13T21:47:45.412+07:00Dear Papaassalamu'alaikum Pa!<div><br></div><div>ga terasa sudah 6 tahun ga ketemu Papa, ngobrol sama Papa, manja-manjaan sama Papa.</div><div><br></div><div>jelas, Mben kangen banget. apalagi kalau lagi capek kerja, pulang malam, ga ada yang jemput. Mben pasti langsung inget sama Papa, yang selalu siap sedia menjemput jam berapa aja. kenapa ga minta jemput yang lain? hmm... Papa aja maunya ke mana-mana sama Mben, bukan anak Papa yang lain ehehehehehe.</div><div><br></div><div>Pa, aku mau bilang makasih ya sudah mau jadi Papanya Mben. jujur, semenjak Papa Mama "pulang", Mben bersyukur jadi anak kalian. padahal dulu aku sebel, maaf yaa anaknya begini :(</div><div><br></div><div>Mben berpikir kalau bukan jadi anak kalian pasti penampilan aku tidak seperti sekarang, walaupun sekarang juga belum sempurna, tapi setidaknya beradab, berusaha mengikuti ketentuan agama. ga pake asymmetric crop top (walau pengen banget! wakakakak), masih ingat waktu kalau pergi, dan tau tempat seperti apa yang tidak boleh didatangi.</div><div><br></div><div>jadi setidaknya Papa Mama bisa tenang meninggalkan Mben yang bisa jaga diri, walau banyak ngeluh dan kadang suka bandel hehe maafin.</div><div><br></div><div>dan maaf juga kalau Mben gagal membuat Papa bangga. tapi satu hal yang Papa Mama harus tau, kegagalan ini yang membuat Mben bisa berkembang, tidak tetap menjadi pribadi yang tertutup seperti dulu. Mben juga masih terus usaha untuk berkembang menjadi lebih baik lagi. jadi lihatlah Mben dari sana, semoga bisa membayar kegagalan yang telah Mben lewati.</div><div><br></div><div>pokoknya Mben kangen Papa. Mama juga. apalagi Ida. entah kapan kita akan berjumpa lagi, tapi semoga kelak kita berkumpul di tempat terbaik, surganya Allah. aamiin. biarkan Mben memupuk kebaikan dari yang Papa ajarkan sebagai bekal Mben di akhirat kelak.</div><div><br></div><div>miss you.</div><div><br></div><div>forever.</div><div><br></div><div>and always.</div><div><br></div><div>dari anak gadismu, yang sudah terlalu tua untuk dipanggil gadis ga sih? doain aja ya Pa sebelum 30. Ya ampun tinggal hitungan bulan... kepedean ya anak Papa satu ini.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-31818635690905388592022-04-04T15:04:00.003+07:002022-04-04T15:06:27.102+07:00Kalau Tanpa Kamu<p style="text-align: justify;">kalau tanpa kamu...</p><p style="text-align: justify;">aku hancur.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">iya, hancur. ke mana lagi aku harus bergantung bila tiada lagi yang dapat diandalkan?</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">namun,</p><p style="text-align: justify;">bersama kamu aku sakit.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">iya, sakit. merasa diabaikan. merasa bertepuk sebelah tangan. padahal semua ini dimulai dari kamu, tapi kenapa sepertinya aku yang lebih mencintai kamu, sedangkan kamu tidak pernah bilang sayang aku.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">katamu tidak usah dipermasalahkan.</p><p style="text-align: justify;">sungguh ini masalah besar.</p><p style="text-align: justify;">bersama dengan orang yang tidak mencintai kita kembali, rasanya menyesakkan. bayangkan, kita sibuk memberi, tapi tidak pernah menerima. lama-kelamaan kita menjadi kosong, seperti motormu yang sudah lama tidak diisi bensin, lama-lama rusak, kemudian hancur juga.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">mungkin itu yang membuatku hancur.</p><p style="text-align: justify;">merasa bodoh.</p><p style="text-align: justify;">waktu sudah banyak dilalui bersama tapi tidak ada perubahan berarti.</p><p style="text-align: justify;">wajar bila aku selalu meminta hakku untuk disayangi.</p><p style="text-align: justify;">yang tidak wajar itu jika aku masih memberi kesempatan kepada seseorang yang tidak menggunakan kesempatan-kesempatan yang diberikan dengan baik.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">entah apa salahku, sampai begitu sulit kamu terima. namun, tidak juga kau campakkan.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">biarlah aku hancur. seperti lirik lagu banda neira,</p><p style="text-align: justify;"><b>yang hancur lebur akan terobati.</b></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">mungkin aku gila, karena di dalam hatiku masih berharap kamu yang akan mengobati. padahal realita sudah menampakkan, berharap pada manusia hanya menimbulkan luka. luka yang membuat aku hancur. seperti sekarang.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">kalau tanpa kamu akan mengobati kehancuranku, mungkin ini saatnya aku menikmati kehancuranku untuk menemukan yang terbaik untukku.</p>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-28192126536241466642022-01-12T11:41:00.002+07:002022-04-04T04:47:36.977+07:00Ringkasan Sebuah Percakapan<div style="text-align: justify;">ini benar-benar sebuah ringkasan percakapan antara aku dan salah seorang teman yang tidak disangka memiliki kegelisahan yang sama. mungkin karena kami di fase yang sama, sama-sama berumur di akhir dua puluhan. dikhususkan pembahasan ini mengenai pasangan.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">sebagian besar orang indonesia pasti mendapat tekanan ketika sudah hampir tiga puluh tahun dan belum menikah. sama halnya dengan kami. entah tekanan ini datang dari keluarga sendiri, atau dari lingkungan terdekat. dan satu hal lagi yang aku rasa juga berpengaruh besar yang tanpa disadari juga membuat tertekan dan ingin mendapatkan kehidupan seperti yang dilakukan banyak orang, yaitu sosial media. suatu hal yang kita ciptakan sendiri, namun malah terkadang menyakiti diri sendiri.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">banyak orang berpikir kami ini terlalu <i>picky</i>. tidak sedikit juga yang menyuruh kami untuk introspeksi diri, seolah-olah tabiat kami yang membuat para lawan jenis tidak tertarik pada kami.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">bagaimana kami tidak semakin <i>picky. </i>menemukan seseorang dengan '<i>bare minimum</i>' (istilah dari temanku) saja sulit. <i>bare minimum</i> di sini antara lain rajin shalat, tidak minum-minuman keras, dan normal. normal yang dimaksud itu selain hasratnya tidak melenceng (bagi kami), juga setia. semenjak ada drama bersambung dengan tema perselingkuhan, semakin banyak saja kasus perselingkuhan yang muncul ke permukaan. belum lagi kasus kejahatan lain, yang membaca judul artikelnya saja sudah membuat sakit kepala. lama kelamaan membuat kami semakin <i>insecure</i>, masih adakah lelaki normal itu?</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">yang kedua, bukannya kami tidak introspeksi diri, tapi masih ada kok sebenarnya yang mendekati kami. namun... ada banyak hal yang membuat kami tidak bisa melanjutkan ke hubungan yang lebih serius. salah satunya, yang mendekati sudah punya pasangan (halal maupun belum), atau masih di fase belum menyelesaikan masa lalunya. hanya orang gila yang masih bisa melanjutkan hubungan dengan orang yang seperti ini. kami juga punya hati yang tahu rasanya disakiti. jadi kami juga tidak ingin menyakiti orang lain. dengan kata lain yang mendekati kami ini tidak masuk kategori normal yang sudah disebutkan sebelumnya.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">"masa yang deketin ga ada yang normal satu pun?" ada. ada banget. tapi... (terus aja ada tapi dan namun) secara <i>physically</i> atau <i>mentally</i> umurnya masih di bawah kami. bisa dibilang diperlukan waktu lama untuk bisa nyambung. kami terlalu lelah menghadapi pdkt 'sudah makan belum?' 'lagi apa?' dan berbagai pertanyaan retoris lainnya. sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal itu, tapi di saat ini (mungkin karena terlalu banyak yang hanya dengan kata-kata saja) kami butuh aksi juga. kalau ingin mengobrol mungkin bisa dengan "how's your day?" dan dengarkan kami, luangkan waktu dan anggap keberadaan kami, tidak hanya untuk mengisi waktu kosong saja. kami perlu sosok yang bisa membimbing dan mengayomi.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">kasus yang sama terjadi pada kami adalah ketika sudah menemukan yang nyambung, sudah 'klik', dan kami menunjukkan sinyal positif kepada yang bersangkutan, sinyal kami kehilangan arah, alias si penangkap sinyal ini hilang entah ke mana. aneh ya? iya, kami juga bingung. itulah mengapa kami sekarang sering kali tidak menghiraukan obrolan yang menjurus, atau tidak memasukkan ke dalam hati berbagai jenis <i>flirting</i> yang dikeluarkan. kecuali, orang tersebut benar-benar menunjukkannya juga dengan perbuatan. </div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;"><i>that's it.</i> itu berdasarkan obrolan kami berdua ya. bukan hasil survey sekian ratus orang. jadi bisa saja tidak berlaku untuk orang lain. tujuan kami di sini adalah untuk menunjukkan kami tetap berusaha kok. tapi tuhan ada andil terbesar di balik ini semua. jika tuhan tidak mengizinkan, mau dipaksakan bagaimanapun tidak akan berjalan sesuai rencana.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">mohon doanya saja ya teman-teman untuk kami, golongan para pencari jodoh. atau ingin membantu mencarikan juga boleh saja. syarat <i>bare minimum</i>-nya sudah tertera hahahahaha.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-71927750670827321762022-01-01T11:01:00.002+07:002022-01-01T11:03:14.332+07:00Babak Baru<div style="text-align: justify;">2022.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div><div style="text-align: justify;">akhirnya sampai juga di tahun ini. tahun yang belum genap sehari kujalani telah membuatku takut. trauma masa lalu yang belum terobati sepenuhnya masih membayang-bayang dalam ingatan. bagaimana bila aku gagal lagi tahun ini?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">sungguh pembuka tahun yang buruk, dasar aku. pemikiran berlebihan yang seperti tidak ingat ada tuhan yang berkuasa atas segalanya. mengapa mempercayai tuhan tidak semudah itu? atau salahku yang tidak terlalu dekat dengan tuhan? mungkin juga.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">di tahun ini, tidak seperti beberapa tahun terakhir, aku memiliki resolusi. resolusi untuk berani beranjak. berani berpindah. berani menghadapi rasa takutku. menantang rasa traumaku dengan "semua akan baik-baik saja".</div></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">keberanianku membuat resolusi ini dikarenakan resolusi jangka pendekku, yang buru-buru aku niatkan di bulan terakhir 2021, tercapai dalam satu bulan. aku pikir tidak ada salahnya untuk membuat resolusi 2022, supaya ada yang aku usahakan dan akan menyenangkan bila tercapai. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">salah satu caranya, di tahun ini aku harus lebih percaya dengan tuhan. lebih mendekati tuhan. lebih teratur dalam hidup. agar tuhan senang dan mengabulkan doaku. apalah dayaku bila hidup lebih teratur namun tuhan membenciku? sekali lagi semua kehendak tuhan, jalan terbaik adalah dengan tetap dekat dengannya dalam kondisi apapun. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">semoga ini tak hanya sekadar tulisan. semoga saja di tahun depan, di tanggal yang sama, aku dapat menuliskan pencapaianku dan lebih berani membuat resolusi lainnya. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">mari kita mulai babak baru dengan lebih berani. tidak ada yang salah untuk meninggalkan zona nyaman, selama hal tersebut lebih baik untuk kita semua. 2021 juga mengajarkan sebenarnya tidak ada yang tidak bisa dilakukan, hanya mau atau tidak mau, atau malah mesti terpaksa melakukan untuk mengetahui bahwa kita mampu melakukannya. dan mungkin saja dari yang dilakukan secara terpaksa itu malah menimbulkan peluang yang lebih baik untuk diri sendiri.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">jadi, jangan takut ya, diriku. ada tuhan yang selalu menemani dalam setiap langkahmu. mari mulai babak baru dengan berani, seperti yang kamu sadari ternyata kamu memang cukup berani, melebihi apa yang kamu ekpektasikan. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-10954076108045402542021-12-11T23:17:00.002+07:002021-12-11T23:18:32.592+07:00Karma<div style="text-align: justify;">Mungkin ini yang dinamakan karma. Pernah meninggalkan seseorang begitu saja karena tak pernah merasa menyayanginya sedikit pun dan merasa perbedaan antara aku dan dia semakin jauh. Namun sekarang berbalik, aku mencintai seseorang yang tak pernah mencintaiku, walau ia pernah memperlakukan seakan penuh kasih.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Mungkin ini yang dinamakan karma. Semakin menjauh semakin dicari. Namun, aku punya gengsi. Tak 'kan runtuh dinding pertahananku agar tidak berusaha menghubunginya lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Semoga tak hanya sekadar ambisi. Agar aku tak kalah dengan karma ini.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-14513683237705813632021-11-22T10:45:00.002+07:002021-11-22T10:46:08.418+07:00Kembali<div style="text-align: justify;"><i>Kamu pulang jam berapa?</i></div><div><div style="text-align: justify;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba ada notifikasi masuk di <i>smartphone-</i>ku. Dari seseorang yang sudah kira-kira enam bulan tidak bertukar kabar apapun denganku. Hahh... Aku hanya bisa menghela napas berat.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><i>Paling lambat jam 16.30.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br /></i></div><div style="text-align: justify;"><i>Nanti aku jemput. </i></div><div style="text-align: justify;"><i><br /></i></div><div style="text-align: justify;">... </div><div style="text-align: justify;">Tidak kubalas lagi pesannya. Sekarang otakku sibuk memikirkan perihal apa lagi yang ingin ia bicarakan. Kapan siklus ini akan berhenti? Tak ada seorang pun yang tahu jawabannya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">***</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Jam dinding kantorku sudah menunjukkan pukul 16.00. Aku meregangkan badanku yang masih duduk di kursi semenjak tiga jam lalu dan memutuskan untuk mengemasi barangku saja. Sebenarnya sudah tidak bisa fokus lagi bekerja semenjak pesan darinya masuk. Setelah komputer kumatikan, dan isi tasku sudah lengkap, aku menuju mushola. Memang saatnya paling tepat untuk melamun dan curhat kepada Yang Maha Membolak-balikkan Hati.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Selepas shalat dan merapikan mukena, aku membuka <i>smartphone-</i>ku, dan ada pesan masuk di sana.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><i>Aku sudah sampai. </i></div><div style="text-align: justify;"><i><br /></i></div><div style="text-align: justify;">Pesannya masuk sepuluh menit yang lalu. Kuketikkan jempolku untuk membalasnya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><i>Sebentar lagi aku turun.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br /></i></div><div style="text-align: justify;">Aku kembali ke meja kerjaku, dan melihat sekeliling. Beberapa rekan kerjaku sudah pulang. Aku pun mengambil tas dan berpamitan kepada yang lain untuk pulang juga.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">***</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ting!</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Pintu lift terbuka, tanda sudah sampai di lantai dasar. Aku berjalan melintasi lobi, menyapa rekan sejawat yang juga ingin pulang. Sesampai di depan gerbang kantor, tidak jauh di sebelah kiri ia menunggu di atas motornya, dengan sweater biru dongkernya yang biasa, celana jeans biru yang tak sebelel biasanya, sepatu <i>Vans</i> hitam kesayangannya, dan sebatang rokok yang sudah mau habis di antara kedua jarinya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Aku mendekatinya. Tanpa ada perubahan suasana hati. Biasa-biasa saja. Mungkin malah wajahku begitu datar, seperti ini hal yang sudah biasa terjadi. Ya, memang dulu biasa terjadi. Entah bulan apa terakhir ia menjemputku. Dan setelahnya sudah tak menjadi kebiasaan, karena ia tak lagi memberikan kabar.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Sudah?" tanyanya padaku setelah aku berhenti di sebelahnya. Aku hanya mengangguk. Ia menyerahkan helm padaku untuk dipakai. "Bisa 'kan pakai helmnya? Soalnya cuma kamu yang pakai helm itu," kalimat yang sama setiap ia menjemputku setelah sekian lama tak muncul di hadapanku. Kalimat yang selalu membuatku ngedumel dalam hati, "<i>Kenapa sih harus ditambah embel-embel cuma aku yang pakai? Biar apa?"</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br /></i></div><div style="text-align: justify;">"Kita ga langsung pulang gapapa?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Terserah kamu." Jawaban andalan para wanita terlontar dari mulutku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Yaudah, kita mampir sebentar ya ke salah satu kafe. Atau kamu lapar? Mau sekalian makan malam?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Terserah." Terserah kedua. Terbayang ya seberapa aku sudah tidak memikirkan apa-apa. Yang kupikirkan hanya apalagi maksud dan tujuan lelaki ini menemuiku. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Akhirnya ia menghidupkan motornya dan mulai berkendara berkeliling kota. Sial, aku jadi ingat waktu itu, di jalan yang sama, tanpa bilang-bilang ia juga mengajakku berkeliling sebelum pulang. Aku bilang padanya tumben sekali, karena biasanya ia paling malas jalan-jalan tidak jelas tanpa tujuan. Dan jawabannya hanya karena ingin membuat memori denganku di jalan yang sangat sering ia lewati. Jawaban yang dulu membuat perutku kegelian dan pipiku bersemu merah, sedangkan sekarang hanya menimbulkan tanda tanya besar mengapa ia mengatakan demikian bila tidak suka denganku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">***</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Motor ia parkirkan di depan restoran yang pernah kami kunjungi. Restoran dengan variasi makanan dan minuman yang cukup banyak, sehingga tidak perlu bingung bila mencari makanan besar atau hanya ingin ngemil saja. Seperti biasa kami menuju ke area <i>smoking room</i>. Hanya dengannya aku selalu ada di area yang paling tidak aku sukai. Duduklah kami di ujung berandanya, yang jauh dari orang-orang sekitar. Kami langsung memesan minuman kesukaan kami di sana, ia pesan <i>moccachino</i>, dan aku <i>hot chocolate mint. </i>Pramusaji pergi meninggalkan meja kami setelah menerima pesanan. Seketika hening. Tidak ada yang berbicara satu pun di antara kami. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Kamu ga pesan makanan?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Aku hanya menggeleng. Bagaimana bisa napsu makan bila kamu tiba-tiba muncul kembali setelah sekian lama.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Apa kabar kamu?" akhirnya pertanyaan pamungkas keluar.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Kenapa baru tanya sekarang?" serangan balik yang selalu aku lontarkan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ia hanya bisa nyengir pahit. Tampak sedikit rasa bersalah terbersit di mukanya. Ia mengeluarkan rokoknya, membakar ujungnya, dan mulai menyesapnya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Kamu pasti bingung aku ke mana selama ini dan kenapa tiba-tiba jemput kamu."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Aku hanya diam menunggu lanjutannya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Apakah yang kamu rasakan masih sama seperti dulu?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Kamu sudah tahu jawabannya."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Maafkan aku. Tapi bolehkah kita kembali seperti dulu?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Untuk apa? Seperti dulu yang mana? Seperti saat kita bersama tapi hanya aku yang mengkhawatirkan kamu? Di mana hubungan ini sepertinya hanya aku yang menginginkannya? Dengan kamu tanpa merasakan hal yang sama? Buat apa?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Alisha, maafin aku. Aku tahu aku salah. Tapi aku ga bisa kehilangan kamu."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Aku ga pernah ke mana-mana, Rom. Aku selalu ada setiap kamu butuhkan. Kamu yang selalu menghilang tanpa kejelasan."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Emosiku mulai naik. Untung saja pramusaji datang membawa pesanan kami. Kami pun diam dan menikmati seteguk minuman kami. Lanjut diam, dan sibuk dengan pikiran masing-masing.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Aku sudah mendapat pekerjaan tetap. Kegusaran kita selama ini sudah berkurang. Maka dari itu aku ingin kita kembali bersama." Romy menatapku dengan sangat serius. Aku sibuk menyugesti diriku agar tidak terhipnotis tatapannya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Lalu kenapa?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Kita bisa merancang masa depan lagi. Untuk kita."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Percuma, kalau kamu masih tidak ada perasaan sedikit pun untukku."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Aku mohon, aku akan berusaha. Aku hanya ingin bersamamu."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Rom, kamu pikir yang kamu bilang itu masuk akal? Dari empat tahun lalu kamu selalu bilang untuk berusaha menyayangiku karena mengatakan aku yang terbaik buat kamu. Nyatanya, aku tidak pernah ada dalam prioritas kamu. Ingin tahu kabarku pun sepertinya juga tidak. Bagaimana aku mau percaya omonganmu lagi?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Tapi kamu bilang kamu masih sayang aku, Sha."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Iya, aku masih sayang sama kamu. Banget. Bahkan aku masih ingin bertemu denganmu sekarang setelah terakhir kamu bilang kamu lagi pengen sendiri enam bulan lalu. Kenapa? Karena aku kangen, Rom. Sesederhana itu. Tapi aku sadar diri, aku ga bisa meneruskan hubungan ini sama kamu yang masih tidak ada rasa sedikit pun untukku."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Romy diam mendengar omonganku. Hanya membuatku geram, karena itu tandanya ia mengakuinya. Mengakui bahwa ia masih tidak bisa mencintaiku sebagaimana pasangan normal yang ingin hidup berdampingan dengan seseorang yang sangat ingin ia miliki.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Lalu aku harus bagaimana agar kamu percaya aku tidak ingin main-main lagi dengan hubungan kita?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Jika kamu seserius itu, katakanlah semuanya kepada ayahku. Biar ia yang memutuskan apakah layak atau tidak hubungan ini dilanjutkan."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Tapi Sha, aku mau hubungan kita menjadi baik dahulu sebelum kita memutuskan untuk menikah."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Apakah ada jaminan jika kita kembali bersama kamu akan bisa mencintaiku sebagaimana mestinya? Empat tahun saja kita habiskan dan kamu berlaku seenaknya. Sepertinya tidak ada lagi yang perlu aku sampaikan. Aku mau pulang sekarang."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Romy menatapku seolah-olah aku akan menghilang. Terlihat sedih raut wajahnya, tapi ia tak mengatakan apa-apa lagi, mematikan rokoknya dan membuangnya ke asbak. Kembali memakai sweater biru dongkernya yang tadi ia tanggalkan dan digantung di kursinya. Di balik sweaternya, ia menggunakan kemeja flanel kotak-kotak kecil yang juga berwarna biru dongker, hadiah ulang tahun dariku di tahun ini. Ia berdiri dari kursi dan mengajakku pulang.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Selama perjalanan pulang, kami hanya diam. Aku sibuk menata hati agar tidak goyah dengan segala permintaannya hari ini. Tidak bohong jika aku ingin kembali bersamanya. Namun tidak bohong pula bila aku tidak ingin kembali mencintai sendirian. Sebenarnya banyak hal yang Romy tunjukkan padaku, yang membuatku terkadang berpikir apakah ia benar-benar tidak menyayangiku?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Tapi kalimat itu selalu ia ulangi, yang membuatku terluka. Bukan sekadar pedih rasanya menjalani hubungan dengan hanya mencinta sendirian. Setiap ingin melakukan sesuatu selalu aku pikirkan, apakah yang kulakukan ini tidak mengganggunya, atau hanya membuat ia semakin tidak mencintaiku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Hal yang teraneh memang hanya kalimat yang ia katakan: Kamu yang terbaik untukku. Menyatakan itu saja sebenarnya tidak mudah bagi seseorang yang tidak mencinta terhadap orang yang ingin dimiliki. Satu pertanyaan yang mengganjal hanyalah: mengapa ia tak kunjung mencintaiku? </div></div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-7498190130337900862021-09-03T19:24:00.001+07:002021-09-03T19:24:30.777+07:00Baik dan Bodoh Beda Tipisaku tidak tahu ini sudah kesempatan ke berapa.<div>aku anggap ini yang kedua, karena satu dan lain hal.</div><div>kata orang aku terlalu baik, kamu juga berkata demikian. </div><div>lalu, bila memang aku terlalu baik, apakah sebuah kesalahan menjadi orang baik? </div><div>baik dan bodoh beda tipis, kata mereka.</div><div>apakah aku bodoh dengan memberi kesempatan bagimu kembali? </div><div>tolong buktikan bahwa aku tidak bodoh. </div><div>bahwa aku hanya baik.</div><div>dan kamu tidak membodohiku.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-70285234390296536092021-07-15T23:14:00.002+07:002021-07-15T23:16:00.899+07:00Teman Terbaikku<div style="text-align: justify;">Tadinya, malam adalah teman terbaikku. Penyimpan semua keluh kesah, dan pereda lelahku. Namun, malam tak lagi sama di mataku. Rasanya sekarang ia terlalu sepi, sehingga aku selalu mendengar kebisingan di dalam pikiranku yang begitu mengganggu. Kebisingan yang dipenuhi pikiran tentangmu. Hanya tentangmu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dulu, hujan adalah teman terbaikku. Aromanya yang menguar di udara ketika ia bertemu dengan tanah, memberikan kenyamanan. Dan simfoni yang ia lantunkan pada setiap tetesannya menjadi nada terindah yang menenangkan. Namun, rasanya hujan tak lagi sama. Ketika ia turun, hanya membuatku terperangkap di dalam rumah, batal menuntaskan kegiatan yang sudah aku rencanakan dengan padat agar tak ada sedikit pun celah untuk memikirkanmu. Nyatanya, rencana hanya sebatas rencana. Semesta berkonspirasi membuatku tak bisa melupakanmu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Tidur tidak lagi menjadi kegiatan favoritku. Semenjak kamu kerap muncul di dalam mimpiku dan membuatku tersentak bangun karena sadar bertemu denganmu hanyalah bunga tidur semata. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Aku akan menatap kosong dinding kamarku dengan penuh tanya, "Apa yang terjadi denganmu? Apakah kamu baik-baik saja? Atau aku yang tidak baik-baik saja?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Siang dan sore adalah teman terbaikku. Bekerja dan bertemu teman-teman adalah waktu terbaik untuk menghempaskan segala tentangmu. Aku suka, bahkan butuh, siang dan sore lebih panjang. Agar perlahan kamu menghilang dari ingatanku. Sayangnya semua sudah ada porsinya masing-masing. Tidak semudah itu keinginan dapat terkabul. Realitanya tidak semua yang aku inginkan akan menjadi takdirku. Termasuk kamu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sulit rasanya mengelabui diri ini, setelah sekian banyak kenangan yang telah terpatri dengan jelas dalam ingatan. Padahal aku pelupa bagai ikan mas koki yang ingatannya hanya bertahan 3 detik, tapi setiap detail tentangmu masih terpampang nyata dan secara gamblang dapat aku sebutkan setiap ceritanya dengan bibirku yang biasanya digunakan untuk berbicara dengan orang lain saja malas dilakukan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Bagaimana bisa? Aku rasa kamu pun paham. Jangan coba-coba mengelak. Atau mungkin kamu sedang mengelak sehingga aku tak lagi bisa menemukanmu kembali di hadapanku. Jika memang itu yang kamu inginkan, tidak mengapa. Tapi biarkanlah aku sendiri berusaha menata kembali segala memori yang telah terjadi, bahwa kamu pernah menjadi teman terbaikku.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-40941251543378470592021-04-19T11:16:00.002+07:002021-04-19T11:18:12.629+07:00Diskusi Tak Berujung<div style="text-align: justify;">"Mengapa kita tidak bisa menyatu?" tanya seorang wanita yang sedang duduk di sofa dengan melipat kedua kakinya sambil matanya menuju ke kuku-kukunya yang sedang ia mainkan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kutatap ia sambil tersenyum samar, walaupun ia tak melihatnya, "Bukan tidak. Tapi belum?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Lalu, kapan?" kembali ia bertanya. Masih tidak menatapku. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Aku hampiri ia. Berlutut di depan sofanya. Kutarik kedua tangannya ke dalam genggamanku, hingga akhirnya kami bertatapan. "Kamu mau kita menikah sekarang?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Emm... Belum sih."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Kenapa?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Entahlah," ia menarik tangannya, mulai membuang pandangannya ke arah lain. Menarik diri.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Aku juga masih ragu, Sha. Aku ga mau membawa kamu ke dalam keraguan ini lebih jauh. Aku tahu kamu juga merasakan hal yang sama. Kita sedang berusaha meyakinkan dan memantaskan diri masing-masing. Seperti yang kamu lihat sekarang. Tempat ini salah satu usahaku untuk memahami kamu." Tanganku terentang, menandakan rumah kecil yang aku tempati belum sebulan ini.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Rumah kecil yang memiliki taman kecil di belakang untuk ruang jemur, dan garasi yang bisa memuat satu mobil. Biar tidak mengganggu tetangga kalau parkir, katamu kala itu, ketika kamu menceritakan bagaimana gambaran rumah yang kamu inginkan. "<i>Pokoknya aku mau punya tempat tinggal sendiri. Lelah tinggal dengan orang lain, sibuk mengurusi orang yang sebenarnya kebutuhannya bisa dipenuhi oleh dirinya sendiri," </i>ceritamu dengan menggebu-gebu beberapa bulan lalu. Tidak lama setelah kamu bercerita, ternyata ada omku ingin menjual rumahnya yang sudah lama tidak ditinggali. Tidak terlalu besar. Ada 2 kamar, 1 kamar mandi, ada ruang tengah menyatu dengan ruang tamu, dapur <i>semi-outdoor </i>yang menyatu dengan halaman kecil di belakang tempat untuk menjemur pakaian, dan garasi. Akhirnya tanpa banyak berpikir aku menawarkan diri untuk membelinya. Namun, rumahnya cukup jauh dari tempat tinggal kita sedari kecil. Apalagi tempat kamu kerja. Ini juga yang sedang menjadi pikiranku bagaimana bisa bertahan hidup bila kita kelak tinggal di sini. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Sabar ya, maaf rumahnya masih nyicil," tanganku mengacak-acak rambutnya pelan-pelan. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Kamu sayang sama aku?" tanyanya sambil menyenderkan kepalanya di bahuku. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Aku akan selalu ada di samping kamu kok."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Kenapa kamu selalu ga pernah jawab kalau aku tanya kamu sayang atau ngga sama aku? Aku cuma butuh kamu menjawab iya atau tidak. Kamu ga mau kita terikat lebih dari ini?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">... </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Diam. Banyak narasi dalam kepalaku. Tak terucap. Tidak yakin harus menjawab apa. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Aku anggap sebagai ngga, ya."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Sha-..."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Aku harus sabar sampai kapan?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Hening. Aku masih tidak berkata-kata. Aku juga tidak tahu jawabannya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Ini sudah tahun ke berapa? Kita juga sudah sama-sama dewasa. Aku tahu dalam pikiranmu aku bisa mengerti akan keadaan kita. Paham. Sangat mengerti. Tapi bukan cuma kamu yang mau dipahami. Aku juga. Dan satu hal yang harus kamu pahami untuk mencapai hubungan yang ada dalam kepala kita masing-masing kita membutuhkan komunikasi yang baik. Bukan sekadar ajakan bertemu yang tidak menentu kapan waktunya, dan tiap bertemu seperti tidak ada masalah. Ini masalah. Menganggap ini bukan sebuah masalah adalah masalah buatku. Kita bermasalah."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Aku bergeming. Dia tidak salah sama sekali. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Lalu kita harus bagaimana? Pacaran juga tidak menuntaskan masalah bagimu," tanyaku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Bagaimana bisa tuntas bila aku dipenuhi rasa khawatir setiap hari hanya karena menunggu kabar darimu. Kenapa kamu harus melakukan semua ini kalau kamu saja tidak paham dengan perasaan kamu sendiri!" Kamu berdiri.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Mau ke mana?" tanyaku. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dia mulai diam. Mukanya merah. Matanya berkaca-kaca. Marah. Dia marah. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Pulang?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dia mengangguk. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Tunggu, aku ambil jaket dulu." Aku menuju kamarku, mengambil jaket yang tergantung di belakang pintu, mengambil kunci motor, dan dua helm.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dia sudah menunggu di depan garasi. Kuberikan helmnya, kubantu mengenakannya. Setelah mengunci pintu rumah dan garasi, aku hidupkan mesin motor. Dia duduk di belakangku, menaruh tasnya di antara kami. Tangannya tidak akan berpegangan di pinggangku bila sudah begini. Dia lipat tangannya di depan dada. Ya, dia marah.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Di perjalanan, aku lihat raut mukanya dari kaca spion. Masih sama kakunya. Masih marah.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Sha?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Tak ada jawaban.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Aku tahu ini salah sudah mengikutkan ia dalam keraguan jalan hidupku. Tapi aku belum bisa menjanjikan apapun. Aku takut ia terluka. Atau malah sudah. Entahlah aku tidak paham. Aku hanya ingin ia ada dalam perjalanan hidupku, dan aku akan selalu ada menemaninya jika ia membutuhkanku. Ingin mengajak ke dalam hubungan yang lebih serius, aku belum mampu. Aku tahu diri. Pekerjaanku hanya serabutan. Aku ambil rumah juga karena omku memperbolehkan aku membayarnya dengan dicicil semampuku. Aku ingin merasa stabil dahulu barulah aku berani menyatu denganmu. Namun, kembali lagi pasti kamu akan bertanya sampai kapan kamu harus menunggu. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Lantas, mengapa kamu masih tetap berada di sampingku walau sudah bertahun-tahun seperti ini?</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-77009621749443905302021-03-09T23:05:00.003+07:002021-03-09T23:10:08.636+07:00Mau Punya Mesin Waktu Doraemon<div style="text-align: justify;">PATUT DIKETAHUI DI AWAL, BAHWA POS KALI INI AKAN MENGANDUNG SPOILER FILM DORAEMON STAND BY ME 2. KALAU TIDAK INGIN TERJEBAK SPOILER, LEBIH BAIK TIDAK USAH BACA POS INI.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sedang hangat-hangatnya di dunia maya perihal per-ghosting-an di mana sudah dijanjikan ingin menikahi seseorang malah tiba-tiba ditinggal begitu saja tanpa kabar, tanpa alasan. Tapi, sebatas ini saja kan yang kita tahu. Tidak pernah tahu hubungan mereka sebenarnya bagaimana. Dan sesungguhnya aku pun tak mau tahu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Namanya juga rencana manusia, maunya juga rencana-rencana dikabulkan Yang Maha Kuasa. Namun tetap saja Yang Maha Mengetahui jelas lebih tahu apa yang lebih baik untuk kita. Misalnya saja aku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dari dulu punya rencana menikah paling telat umur 27. Alasannya sederhana, supaya nanti anak-anakku merasakan kasih sayang dari kakek neneknya. Setiap selesai liburan sekolah aku paling iri dengan cerita teman-teman yang mayoritas liburan ke rumah nenek. Sedangkan aku dari lahir tidak pernah bertemu kakek, nenek, eyang, juga mbah. Ketika mama papa masih ada, lihat ponakan-ponakan dekat sekali dengan atuk dan utinya benar-benar bikin iri. Sering terselip doa dalam hati, "Ya Allah, izinkan anak-anakku merasakan punya atuk dan uti. Jangan seperti aku." Takdir berkata lain. Dalam hitungan beberapa minggu lagi sudah tidak 27 dan masih tetap lajang, pun mama papa sudah pergi menyusul kakek, nenek, eyang, dan mbah.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kemarin, aku menonton Doraemon Stand by Me 2 di bioskop yang berisikan total hanya enam orang saja. Sepanjang adegan ada neneknya Nobita, pasti mata otomatis berair. Belum lagi pidato pernikahan dari Nobita. Langsung terpikir, nanti aku nikah gimana, sudah tak ada siapa-siapa. Coba ada mesin waktu Doraemon. Pasti aku akan jemput papa, mama, kakak perempuanku, dan sudah pasti kakek, nenek, eyang, serta mbah untuk melihat hari spesialku. Ketika adegan neneknya Nobita menyaksikan pernikahan Nobita, dan ketika neneknya menunjukkan rasa sayangnya pada Nobita, sesungguhnya ambyar banget hatiku. Karena lupa bawa tisu dan nontonnya ga sendiri, jadi diredam deh banjir air matanya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Lemah banget ya, hehehehehehehe. Tapi begitulah adanya. Sekarang kalau ditanya mau nikah kaya apa pasti bakal balik nanya, "Bisa ga sih di KUA aja terus bagi-bagi nasi kotak buat sebar kabar ke tetangga dan kerabat? Terus ngumpulin anak yatim buat doa bersama. Ujungnya garden party deh sama para sahabat." Sesederhana itu. Eh, sederhana ga sih? HAHAHAHA. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Inti dari pos ini adalah seandainya saja ada mesin waktu Doraemon, aku pasti melakukan apa yang Nobita lakukan, menjemput mereka yang telah pergi meninggalkan dunia ini dari masa lalu ketika mereka masih sehat walafiat ke hari di saat aku menikah dan punya anak. Biar rasanya lengkap. Ga ngawang. Kaya sekarang. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Buat yang masih punya orang tua, ayo dipeluk-pelukin sesering mungkin deh. Karena ga ada yang tahu kapan mereka bakal pergi meninggalkan kita. Sekesal apapun kita sama orang tua, disabar-sabarkan saja. Mereka seperti itu toh karena sayang sama kita, walaupun terkadang tidak sepaham bentuk cintanya. Dibicarakan saja semuanya. Kesalahanku dari dulu itu adalah tidak pernah bersuara. Jadilah........... begitu deh.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kalian pasti dalam hati masih ingin melawan orang tua hahahaha. Tapi patut diingat, nanti kita juga jadi orang tua. Bisa saja kita akan seperti mereka dan kelak anak-anak juga sebal pada kita. Siapa yang tahu. Jadi, mau seperti apa kita kelak?</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-44507858553288989532021-02-19T22:56:00.002+07:002021-02-20T01:45:44.157+07:00Maaf.<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBHW82q4D88vCslGcoJfILgfJmMpvJ-cbIPEbsQGd8SJgAfp_bYjWougav_HfIHGVC-o1oxAwzQ3h1aw_4ezIGnJ636jWBYGCw4yyYw9j-VcZMoAQeYBojUNbNzHjPyRxyHTWxgaN9p5ck/s1600/1613750212224684-0.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBHW82q4D88vCslGcoJfILgfJmMpvJ-cbIPEbsQGd8SJgAfp_bYjWougav_HfIHGVC-o1oxAwzQ3h1aw_4ezIGnJ636jWBYGCw4yyYw9j-VcZMoAQeYBojUNbNzHjPyRxyHTWxgaN9p5ck/s1600/1613750212224684-0.png" width="400" />
</a>
</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Too much coincidence in my life, apalagi yang berhubungan denganmu. Seperti tulisan di atas. Draft dari dua bulan lalu yang tak kunjung kutemukan bagaimana menyelesaikannya. Sebenarnya tulisan ini urutan diunggah di media sosial Sabtu lalu. Namun, aku tak menemukan juga kalimat seperti apa yang tepat untuk menutupnya. Akhirnya, kulompati saja ke tulisan selanjutnya, yang mestinya baru diunggah akhir minggu ini. Lalu apa yang terjadi... Tulisan di atas menjadi suara hatiku malam ini. Maaf aku tidak sempat bersua terlebih dahulu. Feeling ibu itu memang kuat ya, di saat kami memutuskan untuk jalani masing-masing saja, katanya aku malah dicari. Sudah berjanji kok akan menengok ketika pulang, dan mungkin memang sudah takdirnya seperti ini. Sekarang Mamah lebih bisa mengawasi kita dari sana bersama Mama dan Papaku. Entah apa yang akan menjadi takdir untuk kita berdua di masa depan, tapi aku benar-benar minta maaf sepenuh hatiku. Seperti tulisan yang belum selesai tersebut, akan aku selesaikan dengan menyematkan tanda titik (.). Maaf.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-24847872114091746032021-02-14T22:29:00.002+07:002021-02-14T22:29:48.131+07:00Surat Terakhir<div style="text-align: justify;">Hari terakhir di rangkaian suratku. Berharap ini surat terakhir untukmu. Walaupun aku juga tak berharap banyak kamu membaca surat-surat sebelumnya atau tidak.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Semoga saja ini yang terakhir. Terakhir dari ungkapan hati yang tak dapat aku sampaikan langsung padamu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Aku ingin mencoba berhenti memedulikanmu. Apakah kamu berharap aku akan berhasil? Kalau tidak berhasil, apa yang akan kamu lakukan? Memperjuangkanku atau memilih berlalu tanpa memedulikan perasaanku sama sekali? </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Entah apa yang akan terjadi, aku mencoba melepasmu. Mencoba. Sambil menebak-nebak apa yang akan terjadi, yang digariskan untukku. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kuharap tidak gagal. Demi luka hati yang ingin kusembuhkan. Tidak ingin kubiarkan menganga tanpa ada penyembuhan. Semoga aku berhasil. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Maka dari itu, aku berusaha pamit ya. Bila memang kamu sudah berpikir dapat hidup tanpa aku, diamkan saja aku. Namun jika kamu sudah memikirkannya dengan matang dan ingin menyegerakan yang dahulu hanya menjadi harapan, aku harap kamu bersungguh-sungguh menghampiriku. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Semoga kala itu terjadi, hatiku telah siap dipertemukan dengan rahasia besar Tuhan yang bahkan kita, manusia biasa, tidak dapat memastikannya. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Tapi, sebelum mulai berharap lagi, aku akan pamit terlebih dahulu. Ini surat terakhir untukmu. Semoga kamu tidak merasa kecewa ketika membaca surat ini. </div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-15159970020682177752021-02-13T08:18:00.002+07:002021-02-13T08:19:18.346+07:00Semoga Mama Lekas Pulih<div style="text-align: justify;">Semakin jarang aku menulis untukmu, sebab semakin banyak yang aku pikirkan. Satu setengah bulan tidak berkomunikasi denganmu kupikir akan membuat aku terbiasa. Nyatanya tidak juga. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Lagi-lagi kupikir memberikan ucapan selamat dan doa di hari ulang tahunmu adalah hal yang wajar, serta sebagai bentuk pernyataan bahwa aku baik-baik saja. Nyatanya, jauh sebaliknya. Aku menanti percakapan panjang, untuk sekadar tahu kabarmu seperti apa. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Tuhan Yang Maha Membolak-balikkan Hati paham betul bagaimana aku. Ia hanya menjadikan diriku apa adanya, diriku yang mudah khawatir dengan orang yang disayang. Sampai akhirnya setelah umurmu tepat bertambah satu tahun, kamu memposkan sesuatu di media sosialmu yang membuatku penuh pertanyaan. Siapa? Mengapa? Bagaimana bisa? Dan pertanyaan lainnya yang kuredam dalam hati dan hanya digantikan dengan sebuah kata, "Sakit?"</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Terima kasih kamu masih bersedia menjawabnya daripada kelak kepalaku sakit memikirkan yang tidak-tidak. Jawabanmu saja sudah menjadi berkas baru untuk dipikirkan dalam otakku sampai detik ini.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Maaf ya aku masih belum terbiasa untuk tidak memikirkanmu. Malah aku merasa memori tentangmu adalah candu. Semakin kugali mengapa aku dapat memikirkanmu sampai seperti ini. Padahal kenangan bersama pun tak banyak. Tetapi percakapan intens yang sedikit itu sepertinya melekat dalam jiwa.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Rasanya yang dapat membuat aku berhenti melakukan ini hanya kamu. Iya, kamu. Kamu yang harus mengatakan sejujur-jujurnya di depan mataku bahwa kamu tidak membutuhkanku, bahwa kamu tidak mencintaiku, bahwa kamu tidak pernah ada rasa denganku. Barulah aku akan terbebas dari rasa penasaran dan benar-benar membuka mata, serta hati, untuk yang lain. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sekali lagi aku minta maaf atas ketidaknyamanan yang aku buat. Ini buah dari kekhawatiran tak berujung yang hanya berputar dalam kepala saja. Satu hal lagi, semoga Mama lekas pulih. Semoga kamu tidak perlu merasakan kelam yang pernah aku rasa. </div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-18707063756659159632021-02-05T05:05:00.001+07:002021-02-05T05:06:31.685+07:00Lagi-lagi<div style="text-align: justify;">Membuka lembaran baru tak semudah harfiahnya. Padahal tak banyak yang pantas dikenang. Mungkin memang benar perkara cinta itu buta. Sampai sekarang pun sebagian otakku masih berpikir bahwa kamu bisa berubah. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Tak muluk-muluk harapanku, tak berharap kamu berubah menjadi satria baja hitam, atau pangeran berkuda putih. Hanya berharap kamu peduli dengan adaku, serta menghargai waktu denganku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Aku pikir dengan menghapus jejak digital yang ada merupakan salah satu cara terbaik. Salah. Salahnya adalah ketika aku ingin memulai dari nol pertemanan kita seperti dulu lagi. Bagaimanapun tidak akan bisa kembali nol. Sebab apa yang telah kita lalui seharusnya sudah lebih dari cukup untuk mengenal satu sama lain. Hanya saja ego kita terlalu tinggi saling mempertahankan kemauan masing-masing, yang memiliki mimpi dan harapan yang berbeda. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sekadar penasaran, apakah saat ini aku sudah tak ada dalam ingatanmu? Apakah kamu sudah berhasil menghapus kenangan dan harap yang pernah kita amini? Lagi-lagi aku titip pesan pada Tuhan agar tetap menjagamu dalam lindungan-Nya. Semoga kamu selalu baik-baik saja. </div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7922556816161194904.post-29445586056266250962021-02-02T05:20:00.002+07:002021-02-02T05:21:23.400+07:00Selamat Ulang Tahun<div style="text-align: center;">Selamat ulang tahun!</div><div style="text-align: center;">Semoga baik-baik saja di mana pun berada.</div><div style="text-align: center;">Semoga selalu diberikan kesehatan.</div><div style="text-align: center;">Semoga Allah SWT melindungi setiap langkah yang diambil.</div><div style="text-align: center;">Semoga semakin bahagia di 2021.</div><div style="text-align: center;">Semoga menemukan apa yang patut ditemukan, dan meninggalkan apa yang harus ditinggalkan.</div>ayubeanyhttp://www.blogger.com/profile/07306674429933868956noreply@blogger.com0