Jumat, 12 Februari 2016

Hujan

Dear hujan,

Aku sungguh menyukaimu. Kamu selalu datang di kala hatiku sendu. Kehadiranmu membuatku tenang. Kamu sudah mengetahuinya. Karena aku selalu mengumbarnya. Bahkan ke khalayak ramai.

Namun sepasang kekasih yang saling suka saja tidak selalu mulus kisah cintanya. Begitu juga rasa sukaku padamu. Setiap kamu datang pasti dingin menemanimu pula. Sayangnya, aku benci dingin. Aku alergi dingin.

Aku tidak membiarkan dingin membuatku membencimu. Secangkir teh manis hangat menjadi teman sekongkolku untuk menjauhkan dingin dariku namun aku tetap dekat denganmu. Sering kali aku hanya menyesap teh manis hangat sambil memandangimu dari balik jendela dalam waktu yang lama. Ini menyenangkan untukku. Karena aku dapat memikirkan hal lain pula yang membuatku tenang.

Bagiku kamu adalah pembunuh waktu yang menenteramkan. Dengan kehadiran kamu, aku tidak berkeliaran di jalanan. Tapi tidak pula aku bersedih, karena aku dapat melakukan hal lainnya di dalam ruangan.

Sedangkan bagi orang lain kamu sering disalahkan sebagai penyebab banjir. Padahal penyebab banjir adalah masyarakat sendiri yang masih terbiasa menyumpal got dengan sampah, dan mengotori sungai dengan berbagai barang bekas. Sungguh mereka tidak merasakan nikmat yang kamu berikan. Aku sebal dengan mereka yang selalu menyalahkanmu.

Tapi tenang hujan, aku di sini akan selalu menyukaimu. Aku merasa setiap kehadiranmu adalah pesan dari Tuhan untuk menemaniku di hari ini. Tiada yang jelek jika berasal dari Tuhan, bukan? Maka dari itu, janganlah sungkan untuk datang, apa lagi ketika kemarau sedang mencapai puncak. Kamu akan selalu ku tunggu.


Salam sayang, 


Orang yang menyukaimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar