Jumat, 24 April 2020

Seperti Hidup Kembali

Kali kedua merasakan ini, setelah terakhir setahun yang lalu. Seperti juga tahun lalu, lagi-lagi harus menghadapi perpisahan. Awalnya aku berpikir ini hal yang mudah. Tinggal katakan: terima kasih, maaf, dan sampai jumpa lagi. Iya, aku percaya pasti akan ada pertemuan berikutnya, tidak akan ada perpisahan sepenuhnya, kecuali jika Yang Maha Kuasa telah menjemput terlebih dahulu. Namun, kenyataannya tak semudah itu.

Kemarin pagi sudah dibuka dengan tangisan. Perpisahan (kedua kalinya) dengan seorang teman yang lebih dahulu pamit dari tempat kerja. Baru setahun saling kenal tapi sudah terasa sangat dekat. Karena sebelum bekerja pun sudah menghabiskan nyaris satu bulan penuh bersama untuk belajar. Melihat matanya yang berkaca-kaca sungguh menular. Dalam peluk, kami pun menangis. Hanya maaf dan terima kasih yang menguar ke udara.

Selanjutnya aku yang berganti berpamitan dengan para rekan kerja. Belum saatnya untuk selesai, tapi harus pindah shift. Jadi mau tak mau menjadi kebersamaan terakhir di shift tersebut. Sudah menguatkan diri untuk pamit tanpa tangis. Bisa! Pasti bisa! Pamit pertama dengan salah satu yg tertua, ya berhasil. Walau hampir tumpah. Untung ada pelanggan, jadi aku dapat melipir pergi. Pamitan kedua dengan salah satu rekan yang lebih muda. Yang menurutku tingkat kedekatannya sama dengan yang lain pada umumnya. Tapi apa? Ia menangis sesenggukan... Pecah sudah pertahananku. Ditambah ia berkata, "Kenapa cepet banget, kita kan baru deket. Aku sayang banget loh sama kamu, Kak."

Yah, mengetiknya saja sudah membuat mataku berair sekali. Menyadari hal ini, ada orang yang menyayangiku tanpa diduga, membuatku terenyuh. Sangat. Siapa sangka sikapku mempengaruhinya. Padahal menurutku tidak ada yang ku perlakukan spesial. Karena merasa diri ini juga masih mencari yang lain, di luar lingkungan kerja, ketika sedang merasa gusar dan gelisah.

Mungkin faktor umur yang membuatku begini. Mudah tersentuh dengan kebaikan orang lain. Mudah terenyuh bila seseorang mengatakan aku cukup berarti untuk mereka. Karena menurutku aku tidak pantas mendapatkannya.

Lagi-lagi merasa, bahkan bukan lagi-lagi, mungkin lebih tepatnya masih merasa bahwa aku salah satu makhluk tidak berguna di bumi ini. Tidak merasa percaya diri dengan diri sendiri. Namun ternyata ada saja yang menyampaikan bahwa aku lebih dari apa yang aku pikirkan. Kalimat-kalimat seperti itulah yang membuatku merasa hidup kembali. Menjadi manusia yang berguna.

Selalu sedih menghadapi perpisahan, tapi itulah yang menguatkan, karena selalu memberikan pelajaran. Mungkin masih sulit bagiku untuk menerima bahwa diri ini lebih berharga daripada apa yang dipikirkan, tapi biarlah menjadi pendar yang lama-lama akan semakin besar terangnya menerangi hatiku, membuatku semakin percaya akan kelebihan yang aku miliki. 

Terima kasih teman-teman yang telah membantuku merasakan hidup kembali. Aku pun masih harus menghadapi hari terakhir di tempat kerja dalam beberapa hari lagi. Akankah ku lalui dengan langkah ringan, atau kembali berat sibuk memikirkan apa yang ditinggalkan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar