Senin, 24 Februari 2020

Mungkin Memang Waktunya

Hari ini hari libur saya. Seperti biasa, hanya goler-goler dari kasur ke sofa, mencoba menyeret badan untuk beraktivitas. Sampai akhirnya smartphone saya berbunyi, muncul notifikasi dari Line, karena notifikasi dari Whatsapp dan Instagram saya matikan jadi smartphone saya pun sudah jarang berbunyi. Ternyata dari salah satu sahabat saya. Ya iyalah, siapa lagi yang punya dan chat via Line kalau bukan sahabat dekat. Seperti biasa tanpa tedeng aling-aling mengajak jumpa. Langsung saya oke-kan sebab saya pun sedang penat, butuh asupan obrolan dari teman sejawat.

Bertemu di salah satu tempat nongkrong yang sudah cukup terkenal namanya, kami saling bertukar kabar. Sampai akhirnya topik obrolan menuju ke masalah lelaki. Ia sedang merasakan patah hati terbesar (mungkin) dalam seumur hidupnya. Sebagai teman mestinya saya menghibur dong ya. Tapi entahlah, apa ia merasa terhibur dengan omongan saya atau tidak. Saya tipe yang blak-blakan dengan teman dekat. Tidak menye-menye bilang, "Sabar ya, semua cowo memang gitu," tapi lebih seperti, "Lo berhak sedih kok. Wajar lo nangis, karena itu sakit banget. Akan ada masanya lo sedih, dan pasti masa itu akan berlalu."

Obrolan terus mengalir, sampai akhirnya tercetus omongan dari mulut saya, "Nikmati saja yang sekarang. Mungkin ini saatnya kita bebas sebebas-bebasnya, setelah dulu kita mau ini itu terkekang. Mungkin memang disengaja sekarang kita merasakan bebas melakukan apa saja sampai nanti ketika sudah cukup kita akan bertemu orang yang tepat untuk mulai fokus kembali, tidak bisa bebas seperti sekarang."

Awalnya saya tidak berpikir telah berkata demikian. Tapi setelah sahabat saya bilang, "Oh iya benar juga, kan kita dulu sama ya," perkataan saya tak lagi terasa sama untuk saya sendiri. Oh iya ya, mungkin memang waktunya Tuhan menyuruh saya mencoba banyak hal yang saya ingin kerjakan dari dulu pada saat sekarang. Itu sebabnya saya belum diizinkan Tuhan membentuk keluarga baru untuk diri saya sendiri. 

Di umur yang sudah melewati seperempat abad ini tuntutan dari lingkungan sekitar semakin banyak. Tapi kan mereka tidak tahu apa yang kita rasa, apa yang kita lakukan. Tuhan yang paling tahu kapan untuk kita dapat bertemu dengan jodoh yang terbaik. Tidak usahlah memaksa untuk melangkahi takdir Tuhan, sebab mau dipaksakan seperti apa juga jika Tuhan tidak mengizinkan semuanya tidak akan terjadi.

Lagi-lagi dari obrolan santai menyadarkan diri ini bahwa banyak hal yang masih patut disyukuri, seperti dengan kesendirian ini. Banyak orang juga ingin kembali ke kehidupan sebelum menikah karena satu dan lain hal. Maka, nikmatilah. Nikmatilah sementara masih diberikan nikmat. Apa pun bentuknya. Dan tidak lupa bersyukur. Semua ada waktunya. Mungkin memang sekarang waktunya untuk kita menghadapi, menikmati, juga mensyukuri apa yang ada di depan mata kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar