Minggu, 26 Juni 2011

Rasa yang Hilang

Filmnya begitu bagus. Happy ending. Semua bersatu kembali. Andai kehidupan ini semudah film, begitu mudah mengatur apa yang akan terjadi nanti.

Cerita yang berakhir bahagia begitu menyentuh. Apalagi bila menyangkut dengan orang terkasih. Euforianya begitu terasa. Hingga seperti kau masuk ke dalamnya, ikut merasakan apa yang terjadi, walau hanya sebagai pengamat.

Terkadang cerita atau film yang menyentuh selalu melibatkan emosi. Pendengar maupun penyimak dibuat bergelut dengan emosinya masing-masing. Tangis, tawa dapat terjadi, sesuai dengan dialog yang ada.

Tapi pernahkah kalian merasakan, "Andai kehidupanku seperti itu," ketika yang tersebut berakhir bahagia?

Sering kali hal ini terjadi padaku. Bisa dibilang aku ini seorang yang begitu mudah iri terhadap kebahagiaan orang lain. Apalagi yang menyangkut kata "kehangatan", "keharmonisan", "keluarga".

Bolak-balik menangis atau berkata, "Enaknya jadi kau," ketika seseorang atau bahkan hanya sebuah film menampilkan dan menceritakan tentang harmonisnya suatu keluarga. Kapankah aku dapat melakukan hal itu pula dan berbalik untuk membagikannya pada yang lain?

Rasanya "hangat" sudah menjauh dariku. "Harmonis" menentang keras berada di lingkup ini. Kapan terakhir aku merasakan kedua kata itu? Bahkan aku sudah lupa rasanya. Namun, hati kecil ini begitu menginginkan keduanya kembali. Berteriak-teriak untuk dipedulikan, tapi yang lain hanya acuh.

Begitu keringnya hati ini hingga rasanya hanya seperti kertas yang sudah lapuk digerogoti rayap, bila ditepuk akan hancur. Aku begitu merindukanmu "hangat" dan "harmonis", itu yang akan dikatakan hati bila dia bisa berkata. Begitu pula dengan aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar