Minggu, 21 November 2010

it's all about you

Susah ya jadi orang yang ga bisa share masalah pribadinya. Yes, itu gue. Sebenernya bisa, tapi satu-satunya orang yang bisa dijadikan "tong sampah" segala uneg-uneg gue sedang nun jauh di seberang sana. Istilahnya kalo ada jembatan antar pulau gue harus nyebrang 2x. Seandainya jembatan itu Jembatan Teksas dan setelah gue sampe Sastra gue cuma harus menyebrang sekali mungkin gue bakal setiap hari mengunjungi dirinya.

Sayangnya yang gue maksud ga sedekat itu. Kawasannya udah bukan UI. Bukan juga Depok. Bahkan bukan di Sumatra. Ya, dia di luar Indonesia.

Dia belajar di negeri orang untuk mencapai cita-citanya dan membuat orang tuanya bahagia.

Yeah, gue bersyukur memiliki seseorang yang sangat menjunjung tinggi cita-cita dan tujuan utama tetap membahagiakan keluarga. Tapi kepergiannya pada awalnya ga gue restui karena dia ga ngasih tau gue dari sebelum dia mendaftar untuk ujian. Entah apa maksudnya sampe ga ngasih tau gue dari awal. Ketika gue mengetahui hal ini, jujur berat banget buat menghadapi kenyataan. Soalnya ga tau kenapa gue punya firasat dia pasti bisa lolos tes dan belajar disana. Ga bisa menerima kenyataan untuk beberapa minggu. Atau beberapa bulan. Gue lupa. Tapi yang pasti hal ini membuat gue sedikit tidak bisa berkonsentrasi buat belajar menghadapi ujian yang udah ada di depan mata.

Pertengkaran kecil kadang terjadi, atau tidak ada pembicaraan sama sekali. Menentang kuat dan terkadang bodo amat dengan apa yang mau dia lakukan. Tapi lama-lama gue menyadari sesuatu. Yang sangat tidak gue inginkan adalah dia pergi meninggalkan gue disini dan ga jadi berjuang bareng untuk kuliah di universitas yang sama. Semangat gue sempet hilang. Dan kerap kali gue sering menangis tanpa ada alasan.

Gue berusaha berpikir jernih. Gue ga bisa kaya gini terus. Kalo gue gini terus yang berat bukan cuma gue, tapi juga dia. Oke, gue harus bisa nerima kenyataan ini. Dan gue harus terima kepergian dia walau itu berat banget buat gue yang terkadang masih terasa setelah dia pergi. Yang penting dia ga ngerasa berat hati untuk ninggalin semuanya, termasuk gue. Gue lakuin ini untuk dia karena.....

Dia terlalu berarti buat gue. Dia yang selalu memberikan gue nasihat yang terkadang temen-temen gue ga percaya dia bisa bilang hal yang seperti itu. Dia yang mengajarkan gue untuk positive thinking. Dia yang menenangkan gue ketika emosi gue tumpah. Dia yang membuat gue bisa sabar selama ini. Dia selalu bisa membuat gue merasa nyaman. Ya, cuma dia yang bisa melihat sisi lain dari gue, sisi dimana emosi gue selalu bermain disana.

Sekarang gue harus memendam semuanya sendiri. Dan gue harus menunggu dia 7 tahun lagi. Sekilas aneh kenapa gue rela melakukan ini. Tapi alasannya cuma satu, dan dia tau itu. Terkadang, ketika gue lagi butuh banget dia di samping gue di saat gue sangat emosi sampe bilang "ngapain sih dia pake kuliah disana ninggalin gue disini sendiri, ga tau apa rasanya gimana,", satu-satunya kalimat yang sangat bisa membuat gue kembali sadar dan sabar adalah kalimat salah satu temen terbaik gue yang mengatakan "Ben, lo tau kan dia disana untuk siapa dan untuk apa? Gue yakin dia disana baik-baik aja, lo juga pasti berpikiran seperti itu, jadi jangan mikir yang macem-macem."

Yes, I know
I'll be waiting for you
Sorry :'(
But,
Thanks :')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar