Senin, 17 Oktober 2016

Meninggalkan dan Ditinggalkan

Sesungguhnya yang akan saya tuliskan ini tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Tentang perpisahan. Meninggalkan dan ditinggalkan. Secara nyata dan atau hanya berjarak. Hingga akhirnya terjadi momentum yang membuat saya selalu memikirkan hal ini.

Tahun ini, tepatnya bulan Juni saya ditinggalkan ayah saya. Secara tiba-tiba beliau dijemput Yang Maha Kuasa. Tanpa sakit. Tanpa pesan. Sosok yang selalu mengkhawatirkan saya kapan pun dan di mana pun saya berada kini telah tiada. Sangat, sangat kehilangan itu pasti. Dimulai dari tiada lagi yang membangunkan ketika subuh, tiada lagi yang selalu menelepon setiap jam ketika saya tidak ada di rumah, tiada lagi yang keluar masuk kamar di tengah malam ketika saya tengah menonton televisi sendirian, dan banyak hal lain yang terasa kurang tanpa kehadiran beliau. Lalu bagaimana kelak kehidupan saya berlanjut tanpanya? Siapa yang akan menikahkan saya kelak? Bagaimana anak saya nanti akan mengenal Atuknya?

Bulan Agustus lalu salah satu sahabat saya meninggalkan tanah air untuk meraih gelar master yang sangat dia impikan. Awalnya saya merasa tidak ada yang berbeda dengan kepergiannya ke negeri orang, tapi beberapa hari ini mengingatkan saya bahwa hanya dialah yang dapat melengkapi hobi saya untuk berburu buku serta penulis yang kami sukai. Ini baru ditinggalkan sahabat ke luar negeri saja saya sudah sedih tidak ada lagi yang dapat menemani menekuni hobi saya. Bagaimana jika kelak ia menikah kemudian mengikuti suaminya di mana pun ia tinggal? Saya akan berbagi hobi dengan siapa lagi?

Selain pertanyaan-pertanyaan itu masih banyak lagi pertanyaan yang berkelebatan dalam kepala saya. Pertanyaan-pertanyaan yang terlihat begitu menyedihkan. Dan terlihat kesepian. Mengapa begitu banyak yang saya risaukan. Apakah dengan kepergian mereka hidup saya akan terhenti? Jawabannya tentu tidak. Hal-hal duniawi itu terlalu memakan banyak tenaga untuk dipikirkan. Seharusnya saya tidak ambil pusing dengan hal-hal tersebut. Seharusnya saya bangkit dan mencoba mengatasi segalanya dengan sesuatu yang lain. Yang baru. Yang belum pernah dicoba oleh saya sendiri.

Kehilangan memberi pelajaran untuk saya. Sudah terlihat, karena mereka "hilang" maka saya harus mencoba melakukan segala sesuatu secara mandiri dan terorganisir. Tidak boleh gegabah. Karena yang biasanya selalu ada dan dijadikan tempat bergantung sekarang sudah tiada. Lebih baik mencari cara lain untuk menyelesaikannya dari pada hanya diam tanpa mendapatkan apa-apa.

Kehilangan juga membuat pikiran saya lebih terbuka. Menjadikan saya melihat suatu masalah dari banyak sisi, untuk menemukan jalan keluar terbaik. Oleh karenanya membuat saya menjadi lebih terbuka dengan pendapat orang lain. Tidak hanya sekadar masuk telinga dan membiarkan informasi tersebut mengendap di dalam otak tanpa ada penjelasan lainnya. Mungkin ini juga yang membuat saya menjadi lebih tenang dalam menyikapi suatu masalah. Karena untuk mewadahi berbagai macam berita di luar sana tanpa pengendalian diri juga emosi hanya akan membuat terlihat seperti orang pintar tapi bodoh. Itu hanya sebutan buatan saya saja. Maksud dari sebutan itu untuk orang-orang yang begitu paham dengan apa yang mereka ungkapkan namun tidak dapat menyikapi atau pun menerima pendapat orang lain, yang belum tentu salah atau pun belum tentu benar.

Intinya, ditinggalkan memberikan banyak pelajaran untuk saya. Dan saya tidak ingin pelajaran ini hanya saya saja yang menerima. Saya juga ingin orang di sekitar saya mendapatkan hal yang sama. Untuk itu saya menerapkan kepada orang lain untuk merasakan bila saya meninggalkan mereka, atau bila saya tidak ada, apa yang akan mereka lakukan. Memang cara ini terlihat aneh. Tapi jujur ini sulit untuk diterapkan kepada orang yang terbiasa bergantung dengan orang terdekatnya. Dengan membiasakan mengajarkan konsep ini akan membuat orang tersebut akan berupaya mencari cara lain untuk dapat menyelesaikan suatu hal tanpa bantuan dari orang yang biasanya dijadikan tempat bergantung. Mengapa ini perlu? Karena menurut saya jika kita tidak terlalu bergantung kepada orang lain akan meningkatkan efisiensi waktu yang kita gunakan. Waktu yang biasanya kita gunakan untuk menunggu orang lain membantu kita dapat kita gunakan untuk menyelesaikan persoalan yang ada dengan cara atau bantuan lainnya.

Setidaknya meninggalkan dan ditinggalkan sekarang tidak lagi hanya meninggalkan rasa sedih di dalam hati. Namun lebih banyak pelajaran yang bisa diambil untuk lebih bersemangat dalam menghadapi hidup ini lebih baik dari yang sebelumnya. Biarkan kenangan menjadi pengalaman tapi jangan membuat kita mati dalam berangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar