Sering kali manusia terlambat menyadari akan sesuatu. Terlambat berpikir, melakukan sesuatu, atau pun merasakan sesuatu. Sama halnya dengan aku.
Ketiga hal itu pernah ku lewati ketika aku telah menyesal. Menyesal mengapa aku tak kunjung sadar bahwa sebenarnya aku menyukaimu, dan tidak berusaha untuk menampakkan hal itu agar kamu juga dapat membalas perasaanku.
Sungguh, sebenarnya telah aku sadari bahwa rasa yang berbeda itu ada ketika aku menghabiskan waktu bersamamu. Namun, aku menampik rasa itu karena aku tahu kita, aku dan kamu, sudah terbiasa menjadi sepasang teman. Dan aku takut, kalau memang aku menyukaimu, kamu tidaklah menyukaiku. Pengecut. Memang, aku pengecut. Hatiku sudah keburu ciut oleh takut kehilanganmu.
Curang memang hanya menginginkan kamu ada di sisiku tanpa embel-embel apa pun. Jujur, aku ingin kita, ya lagi-lagi aku dan kamu, lebih dari teman. Tapi, lagi-lagi, aku tidak berani. Karena rasanya kamu tidak merasakan demikian.
Hari-hari telah terlewati. Sampai suatu ketika hari di mana kamu pertama kalinya menggapai kepalaku, dan mengelusnya dengan sayang. Mungkin ini pertanda, batinku. Dan akhirnya aku mulai merobohkan pertahanan hatiku dengan memulai menyukaimu.
Namun, apa yang diharapkan memang tidak selalu sesuai apa yang diinginkan. Kita memang semakin dekat, tetapi hati kita tidak, karena kamu mendekatkan hatimu dengan yang lain. Wanita mana pun pasti akan menerimamu, wahai lelaki berparas tampan dan berakhlak baik. Sempat pupus harapanku.
Lalu ku dengarkan sebuah lagu, liriknya kurang lebih seperti ini:
"Haruskah ku pendam rasa ini saja, atau kah ku teruskan saja hingga kau meninggalkannya, dan kita bersama"
Persis sama dengan apa yang ku rasa. Lalu, aku pun bimbang. Sebaiknya mana yang harus aku jalani? Menurutmu yang mana? Hahaha, gila rasanya jika aku berani menanyakan hal ini padamu secara langsung.
Lambat laun akhirnya aku memutuskan, bahwa aku menyesal. Menyesal telah terlambat menyadari. Menyesal sudah menutup diri. Menyesal tidak segera beraksi. Jikalau memang ini permainan waktu, sungguh seharusnya aku memenangkannya dibandingkan dengan dirinya. Tapi jika ini berkaitan dengan hati maka hanya kamu lah yang tahu jawabannya.
Tapi, jika aku masih ingin berusaha mempertahankan hatiku, adakah celah di hatimu yang siap untuk aku sisipi dan tebari dengan kasih sayangku?
Harapanku hanya satu, kamu dapat menjawabnya tanpa perlu aku tanyakan padamu.
Dan ini akan hanya tetap menjadi suatu harapan yang tak berujung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar